JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi PDI Perjuangan di DPR menilai, wacana pengajuan hak angket yang digulirkan Fraksi Partai Demokrat terlalu berlebihan.
Anggota Fraksi PDI-P sekaligus Ketua DPP PDI-P, Andreas Hugo Pareira menuturkan, hak angket seharusnya tak dibuat hanya berdasarkan perasaan seseorang atau satu pihak saja.
"It is too much, isn't it? (Bukankah itu terlalu berlebihan?)" kata Andreas melalui pesan singkat, Kamis (2/2/2017).
"Enggak ada yang bicara soal penyadapan. Hanya Pak SBY yang merasa disadap," sambungnya.
(baca: Istana: Pengacara Ahok Tak Bicara Penyadapan, Kata Siapa SBY Disadap?)
Menurut dia, sebaiknya seluruh pihak fokus terlebih dahulu kepada persidangan kasus Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok agar isu tak semakin meluas.
Isu-isu yang tidak jelas dasarnya hanya akan membuat masyarakat lelah.
"Kita fokus dulu pada persidangan untuk menegakkan kebenaran sehingga tidak bias kepada isu-isu lain di luar isu pokok," kata Anggota Komisi I DPR itu.
(baca: Selidiki Dugaan Penyadapan ke SBY, Demokrat Galang Hak Angket)
Fraksi Partai Demokrat di DPR menggalang hak angket untuk menyelidiki dugaan penyadapan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Benny K Harman mengatakan, hak angket saat ini sudah digulirkan kepada anggota lintas fraksi.
"Saat ini sedang proses, kita tunggu saja hasilnya," kata Benny saat dihubungi Kompas.com, Kamis.
(baca: Kata Menkominfo, seperti Kurang Kerjaan Sadap SBY)
Hak angket adalah hak yang dimiliki anggota Dewan untuk melakukan penyelidikan. Hak ini diusulkan oleh paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
Hak angket juga harus disetujui lebih dari 50 plus satu anggota DPR di rapat paripurna.
Dihubungi secara terpisah, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyatakan bahwa penggalangan hak angket ini adalah sikap resmi partainya.
SBY sebelumnya merasa komunikasinya di telepon disadap. Ia lalu berbicara banyak hal soal penyadapan, salah satunya adanya informasi bahwa komunikasi dirinya disadap.
Namun, SBY tidak bisa membuktikannya.
Perasaan SBY itu muncul sebagai reaksi atas fakta persidangan kasus Ahok yang disangka menodai agama.
(Baca: SBY Minta Penjelasan soal Dugaan Penyadapan, Ini Kata Jokowi)
Dalam persidangan, tim pengacara Ahok mengaku memiliki bukti soal komunikasi antara SBY dan Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin.
Hal itu yang ditanyakan pengacara kepada Ma'ruf yang dihadirkan sebagai saksi.
"Apakah pada hari Kamis, sebelum bertemu paslon (pasangan calon) nomor satu pada hari Jumat, ada telepon dari Pak SBY pukul 10.16 WIB yang menyatakan, pertama, mohon diatur pertemuan dengan Agus dan Sylvi bisa diterima di kantor PBNU. Kedua, minta segera dikeluarkan fatwa tentang penistaan agama?" kata Humphrey Djemat, salah satu pengacara Ahok kepada Ma'ruf.
(Baca: Pengacara Ahok Rahasiakan Bukti Komunikasi SBY-Ma'ruf Amin)
Tim pengacara merasa tidak pernah menyebutkan bahwa bukti yang dimiliki berupa rekaman atau transkrip percakapan. Bisa saja, menurut tim pengacara, berupa kesaksian.
Tim pengacara tidak akan mengungkap wujud bukti yang dimiliki selain di pengadilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.