JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah bertemu dengan Ketua LSM Lingkaran Aku Cinta Indonesia (LACI) di Gedung DPR, Selasa (31/1/2017).
LACI adalah gabungan dari organisasi buruh migran di Hongkong. Halimah mewakili LACI, pada Senin (30/1/2017) kemarin melaporkan Fahri terkait kicauan di akun Twitter @Fahrihamzah yang dianggap melecehkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Fahri yang juga Ketua Tim Pengawas TKI DPR tak hanya bertemu Halimah, namun juga perwakilan asosiasi TKI dari berbagai kelompok.
Seperti dari Serikat Buruh Migran Indonesia, Jaringan Buruh Migran, dan Solidaritas Perempuan.
(Baca: Dua Kali Dilaporkan ke MKD karena Kicauan "Babu", Ini Kata Fahri)
Anggota Tim Pengawas TKI Rieke Diah Pitaloka juga hadir dalam kesempatan tersebut.
Rieke mengakui, kicauan Fahri sempat membuat sejumlah pihak tersinggung, terutama para buruh migran atau TKI.
Namun peristiwa ini, kata Rieke, justru membawa Fahri dan sejumlah pihak duduk bareng berdiskusi membahas persoalan TKI.
"Kami menemukan beberapa hal yang harus kita selesaikan bersama, baik pihak dari masyarakat sipil. Kita solidaritas bersama karena persolaan buruh migran di negara mana pun saya kira tidak bisa jalan sendiri," kata Rieke di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Beberapa hal disampaikan dalam pertemuan tersebut. Pertama pihak asosiasi TKI meminta bantuan Fahri sebagai pimpinan DPR sekaligus Ketua Timwas TKI untuk mengambil langkah responsif terkait 45 TKI yang masih berada di tempat semacam penampungan di Jeddah.
Mereka terindikasi korban perdagangan orang. Ke-45 orang TKI tersebut berangkat dari jalur ilegal atas nama perusahaan Team Time Co (TTCo)
"Bagaimana memberikan kekuatan KJRI Jeddah agar bisa menjemput evakuasi para korban, karena sampai saat ini sistem hukum saudi, tidak bisa perwakilan RI di sana masuk tanpa izin Kemenkeu dan Kepolisian setempat," ujar Politisi PDI Perjuangan itu.
Kedua, adanya beberapa regulasi yang harus diperbaiki, termasuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
"Beberapa masukan yang langsung direspons dan Alhamdulillah kami sepakat bagaimana cara regulasi ini salah satunya yang harus segera diratifikasi konvensi mengenai perlindungan PRT dan konvensi mengenai ABK yang bekerja di sektor perikanan," ujar Rieke.
(Baca: TKI di Hongkong Laporkan Fahri Hamzah ke MKD Terkait Kicauan "Babu")
Sementara itu, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia, Ariyanto menuturkan ada sejumlah kesepakatan antara perwakilan TKI dan Timwas. Pertama, revisi UU 39/2004 akan mengadopsi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional PBB 1990.
Kedua, ada kesamaan paham untuk memasukkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Perdagangan Orang (TPPO) untuk menjadi konsideran dalam revisi UU 39/2004.
"Tadi punya kesamaaan paham perlindungan PRT migran dan lokal. Bagaimana mungkin menuntut pelindungan PRT kalau dalam negeri belum ada payung hukim yang jelas untuk melindungi sebagai pekerja," kata Ariyanto.
Ketiga, kesepakatan terkait persoalan buruh migran, tak hanya darat namun juga laut (anak buah kapal).
"Kami ketika ada kerja yang bagus kami sangat mendukung, kami sebagai serikat buruh migran apapun hasil kebijakan kami akan mengawal. Kami tidak puas hanya di sini, kami puas kalau sudah didimplementasi kebijakan yang berpihak kepada buruh migran secara umum," ujarnya.
Bukan sekadar janji
Adapun Nur Halimah, sebagai salah satu pihak pelapor Fahri ke MKD, menginginkan agar kesepakatan yang dibuat tak hanya sekadar janji namun dapat terlaksana.
"Itu adalah kesepakatan kita di dalam tadi. Saya ingin garis bawahi, maaf Pak Fahri, bukan hanya janji tapi bukti yang akan kita rasakan nanti benar akan terlaksana. Apa benar akan terealisasi, Atau bapak hanya mengamankan diri agar kami merasa lega dengan janji seperti itu. Sekali lagi kami butuh bukti apa yang bapak sampaikan akan terlaksana," ucap Halimah.
Sementara Fahri berterima kasih atas diskusi yang telah berlangsung. Diskusi itu dipandangnya secara positif untuk mengawasi hal-hal yang belum selesai.
(Baca: Kata Fadli Zon, Kicauan Fahri Hamzah Justru Bela Kaum Pekerja)
Pertama, menuntaskan seluruh regulasi yang belum selesai dan dianggap sebagai sumber persoalan. Kedua, membenahi institusi. Ketiga, pengawasan kepada orang-orang.
"Karena di sini ada moral hazard juga, terkait pengiriman tenaga kerja yang kita identifikasi soal trafficking (perdagangan)," kata dia.
Meski begitu, Fahri memastikan tak ada intervensi terkait kasusnya di MKD. Itu, kata dia, akan tetap diproses.
"Saya enggak ada pembicaraan itu. Saya enggak mau mengintervensi kewenangan atau hak orang untuk melapor. Itu silakan saja, saya (tadi hanya) ngomong soal isu tenaga kerja. Soal laporan itu hak mereka," tutur Fahri.