Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berita Bohong, Tanggung Jawab Siapa

Kompas.com - 23/01/2017, 17:22 WIB

Oleh: Agus Sudibyo

”Jika informasi yang salah dapat dikemas sedemikian bagus dan disebarkan secara aktif melalui Facebook sehingga kita tidak bisa lagi membedakan media yang kredibel dan yang tidak kredibel, informasi yang benar dan propaganda, maka kita sedang menghadapi masalah serius: demokrasi menuju keruntuhan.”

Seperti dikutip theguardian.com (20/11/2016), Presiden Barack Obama menyampaikan hal ini untuk menanggapi kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS. Dalam pandangan Obama, kemenangan Trump tidak terlepas dari penyebaran berita bohong melalui Facebook yang menjatuhkan kandidat presiden Hillary Clinton sebelum pemungutan suara berlangsung.

Pernyataan di atas sangat mengejutkan karena datang dari seorang presiden yang sebelumnya begitu bersemangat menyokong ekspansi perusahaan-perusahaan digital Amerika Serikat ke seluruh dunia. Dalam kedudukannya sebagai orang nomor satu negeri ”Paman Sam”, Obama beberapa kali tampil sebagai pembela Microsoft, Google, dan Facebookyang sedang menghadapi reaksi penolakan dari banyak negara, khususnya Uni Eropa dan Tiongkok. Lebih menarik lagi, bukan hanya Obama yang kecewa. Masyarakat AS juga banyak yang merasa terganggu dengan arus komunikasi di media sosial yang cenderung anarkistis dan bersifat memecah belah saat pemilihan presiden yang lalu.

Kontroversi tentang Facebook juga menjalar ke Eropa. Uni Eropa terus mewacanakan regulasi yang menuntut tanggung jawab perusahaan digital atas penyebarluasan berita bohong (hoax) melalui aplikasi media sosial yang mereka sediakan.

”Perusahaan seperti Facebook harus membayar mahal untuk berita bohong yang mereka sebarkan dan tak berhasil dihentikan penyebarannya,” demikian pernyataan Presiden Parlemen Eropa Martin Schulz (Der Spiegel, 28/11/2016).

Jerman bahkan selangkah lebih maju. Tahun 2017, Pemerintah Jerman akan menerapkan denda bagi perusahaan media sosial yang menyebarkan berita bohong dan tak menghapuskannya dalam waktu 24 jam. Untuk tiap berita bohong tersebut diterapkan denda hingga 500.000 euro, setara Rp 7 miliar. Perusahaan media sosial juga diwajibkan mendirikan ”Unit Penanganan Berita Bohong” yang berkantor di Jerman dan melayani pengaduan selama 24 jam sehari.

Pelajaran bagi Indonesia

Kontroversi tentang Facebook seperti tak ada habisnya. Aplikasi media sosial yang digunakan lebih dari 1,76 miliar manusia di seluruh dunia itu hari-hari ini begitu identik dengan berita bohong (hoax), berita palsu (fake news), penyebaran pesan kebencian (hate speech). Apa yang terjadi di Eropa dan AS di atas memberikan pelajaran penting bagi kita di Indonesia.

Pertama, pihak yang harus bertanggung jawab atas penyebaran berita bohong atau ujaran kebencian di media sosial bukan hanya si pembuat berita bohong atau ujaran kebencian, melainkan juga perusahaan penyedia aplikasi media sosial. Inilah perbedaan mencolok antara Indonesia dan Uni Eropa atau AS.

Hari-hari ini, pemerintah dan penegak hukum Indonesia juga sedang sibuk menangani penyebaran ujaran kebencian dan berita bohong di media sosial. Namun, yang jadi pokok bahasan sekaligus fokus tindakan adalah para pembuat berita bohong atau ujaran kebencian. Sementara dalam kasus Jerman dan AS tadi, jelas sekali bahwa fokus penanganannya justru pada perusahaan penyedia aplikasi media sosial. Jika kasus Buni Yani terjadi di Eropa, fokus penanganan hukum bukan hanya Buni Yani sebagai pribadi, melainkan juga Facebook sebagai perusahaan penyedia aplikasi media sosial yang dimanfaatkan Buni Yani.

UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) belum secara spesifik merumuskan tanggung jawab perusahaan penyedia aplikasi media sosial sehingga penegakan hukum hanya terfokus kepada pengguna media sosial. UU ITE juga menyamaratakan pengguna media sosial, perusahaan media sosial, portal berita, e-commerce, perusahaan mesin pencari (search engine), dan pengelola laman pada satu kategori yang sama: penyelenggara sistem elektronik.

Mengapa tanggung jawab perusahaan penyedia aplikasi media sosial luput dari perhatian? Sebab, kita umumnya berpikir tentang media sosial dengan pengandaian lapangan sepak bola. ”Bagaimana bisa Facebook yang dengan gratis menyediakan lapangan sepak bola harus ikut dihukum jika terjadi perkelahian antar-pemain di lapangan itu? Karena sudah begitu baik kepada masyarakat, tidak seharusnya Facebook dibebani tanggung jawab macam-macam”.

Inilah pandangan umum tentang media sosial di Indonesia sejauh ini yang juga melandasi sikap dan pandangan para penegak hukum. Kata sosial dalam istilah media sosial begitu menghegemoni pikiran masyarakat sehingga kita tidak sadar bahwa yang kita hadapi bukan lapangan sepak bola yang tanpa pemilik dan tanpa otoritas, melainkan sebuah institusi bisnis yang mengambil banyak keuntungan dari semua aktivitas di ”lapangan” itu.

Di sini, kita bisa memetik pelajaran kedua bahwa media sosial bukan sepenuhnya entitas sosial yang memberikan fasilitas cuma-cuma kepada masyarakat untuk berkomunikasi dengan cara yang baru. Media sosial juga entitas ekonomi yang motif utamanya adalah komodifikasi. Media sosial merekam aktivitas digital para penggunanya, lalu menggunakan rekaman itu sebagai dasar dari periklanan digital. Dari monetisasi data perilaku penggunanya, Facebookmeraih keuntungan ekonomi sangat besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

Nasional
Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Nasional
Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Nasional
BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

Nasional
DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

Nasional
Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Nasional
Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Nasional
Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Nasional
BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Nasional
Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Nasional
Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Nasional
Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Nasional
MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com