Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR: Direksi BUMN seperti Tukang Sulap

Kompas.com - 21/01/2017, 10:28 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menilai, penetapan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menjadi titik awal pengungkapan dugaan berbagai penyelewengan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang selama ini tidak terdeteksi aparat penegak hukum.

Sebab, lanjut dia, diduga ada banyak penyelewengan yang terjadi di perusahaan pelat merah tanpa terendus aparat.

"Direksi-direksi BUMN sudah canggih-canggih. Seperti tukang sulap, bisa melakukan sesuatu secara cepat dan nyaris tidak terlihat. Diawasi saja bisa lewat, apalagi enggak diawasi bisa lebih gawat," kata Darmadi saat dihubungi, Sabtu (21/1/2017).

Makanya, lanjut dia, Komisi VI DPR menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN.

Ia menilai, dengan PP tersebut, penyertaan modal negara dan pengalihan kekayaan negara pada BUMN tidak lagi harus melalui persetujuan DPR. Dengan demikian, potensi oknum BUMN untuk bertindak sewenang-wenang semakin terbuka.

Darmadi mengatakan, Komisi VI justru mendorong adanya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Ia menilai, saat ini UU yang ada tidak bisa membuat DPR mengawasi pengadaan barang dan pembelanjaan BUMN secara mendalam.

"Kita harapkan nanti DPR bisa melakukan pengawsan sampai anak dan cicit perusahaan BUMN. Membuat aturan main yang lebih ketat soal pemilihan direksi dan komisaris BUMN," kata dia.

"Kita tidak ingin BUMN yang notabene menggunakan uang rakyat tak terawasi. Ya, contohnya kasus (Emirsyah) ini," tambah politisi PDI-P ini.

Selama ini, ungkap Darmadi, direksi-direksi maskapai pelat merah tersebut terlihat seperti orang-orang yang jauh dari kesan korupsi apabila mengikuti rapat-rapat di Komisi VI DPR RI.

"Kalau ke DPR pura-pura tampilannya sederhana. Tapi gaya hidupnya ternyata super tinggi," sindirnya.

Menurut Darmadi, kasus korupsi yang menjerat mantan dirut Garuda tersebut seperti puncak gunung es dan hanya potongan kecil saja dari banyaknya BUMN yang ada.

"Permainan di Garuda masih relatif kecil dibanding permainan-permainan di BUMN besar," ungkapnya.

Emirsyah diduga menerima suap terkait pengadaan mesin Rolls-Royce PLC untuk pesawat Airbus SAS milik Garuda.

Suap itu diperkirakan terjadi dalam rentang tahun 2005-2014 saat Garuda membeli pesawat Airbus. (Baca: Emirsyah Satar Diduga Terima Suap Lebih dari Rp 20 Miliar).

Pada saat peristiwa itu terjadi, Garuda Indonesia melakukan pengadaan 50 pesawat Airbus. Untuk mesinnya, Emirsyah pun memilih mesin buatan Rolls-Royce.

Pilihan Emirsyah itu diduga tak lepas dari iming-iming komisi yang diberikan perusahaan asal Inggris itu.

KPK menyebutkan Emirsyah menerima suap dari Rolls-Royce berupa uang dan barang yang nilainya lebih dari Rp 20 miliar.

Rinciannya ialah uang 1,2 juta euro dan 180.000 dollar AS atau senilai Rp 20 miliar dan barang senilai 2 juta dollar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia.

Selain Emirsyah, KPK juga menetapkan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo sebagai tersangka.

Soetikno diduga selaku perantara suap pihak Rolls-Royce dengan Emirsyah. Soetikno adalah beneficial owner Connaught International Pte Ltd yang ada di Singapura.

Oleh karena itu, KPK juga bekerja sama dengan penegak hukum di 'Negeri Singa" itu. Emirsyah mengaku tidak pernah menerima suap selama menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero).

Emirsyah menjabat sebagai Dirut PT Garuda Indonesia periode 2005-2014.

"Sepengetahuan saya, selama saya menjadi Direktur Utama PT. Garuda Indonesia, saya tidak pernah melakukan perbuatan yang koruptif ataupun menerima sesuatu yang berkaitan dengan jabatan saya," kata Emirsyah saat dikomfirmasi Kompas.com, Jumat (20/1/2017).

Emirsyah pun menyebutkakn, penetapan dirinya sebagai tersangka merupakan kewenangan KPK. Dia pun siap bekerja sama dengan penyidik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com