Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kami Tidak Mau Anak Kami Mati Diculik, Ditembak, atau Diracun.."

Kompas.com - 19/01/2017, 23:05 WIB
Mikhael Gewati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah aktivis hak asasi manusia yang mengikuti "Sepuluh Tahun Aksi Kamisan" menilai Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak serius dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Menurut aktivis HAM Suciwati, pemerintah tidak hanya dinilai gagal dalam menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Indikasi meningkatnya kasus pelanggaran HAM selama era pemerintahan Jokowi-JK juga meningkat.

"Hari ini banyak terjadi kasus-kasus  intoleransi, di mana mayoritas menindas minoritas," kata Suciwati, dalam aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Kamis (19/1/2017).

Kamisan yang khas dengan aksi berpakaian hitam dan berpayung hitam sudah sepuluh tahun digelar korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu.

Aksi Kamisan digelar setiap hari Kamis di depan Istana Merdeka sebagai bagian dari perjuangan melawan lupa dalam menuntut pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.

Peringatan kali ini sekaligus menandai sepuluh tahun sejak aksi Kamisan pertama digelar pada 18 Januari 2007. (Baca: 10 Tahun Melawan Lupa, Aksi Kamisan Terus Dapat Dukungan)

Suciwati yang juga merupakan istri dari pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Munir Said Thalib, kembali mengungkit ketidakjelasan atas kasus kematian suaminya.

Munir tewas diracun dalam perjalanan menuju Belanda. Sejumlah upaya hukum dan pengadilan telah dilakukan, namun sejumlah orang yang diduga bertanggung jawab atas kematian Munir dianggap masih berkeliaran bebas.

Pemerintah Jokowi-JK juga dianggap Suciwati tidak terbuka dan transparan dalam mengusut kasus tersebut. Putusan Komisi Informasi Pusat yang meminta pemerintah mempublikasi laporan tim pencari fakta atas kematian Munir (TPF Munir) hingga kini belum juga dilakukan.

(Baca: Kontras Menangkan Gugatan Keterbukaan Informasi terhadap Kematian Munir)

Pemerintahan Jokowi-JK beralasan tidak memiliki dokumen tim yang bekerja di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menanggapi itu, SBY pun telah memberikan salinan dokumen TPF Munir. Namun, laporan itu hingga kini belum juga dipublikasi.

(Baca: Istana Terima Salinan Dokumen TPF Munir dari SBY, Mensesneg Segera Serahkan ke Presiden)

"TPF kematian Munir hari ini meminta pemerintah untuk mengumumkan kelanjutan kasus Munir. Eh dia (Jokowi) malah lempar tanggung jawab," kata Suciwati.

Tidak hanya itu, Suciwati juga kembali mempermasalahkan penunjukan orang yang selama ini dinilai bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di masa lalu, sebagai pejabat pemerintahan.

"Dia (Jokowi) telah mencederai penegakan HAM karena mengangkat Wiranto jadi Menko Polhukam," ucapnya.

Wiranto sendiri telah membantah tuduhan yang menyebut dirinya melanggar hak asasi manusia. Dia pun meminta agar pihak-pihak yang menuduhnya untuk membuktikan tuduhan tersebut.

(Baca: Wiranto: Buktikan Kapan dan di Mana Saya Melanggar HAM, Saya Akan Jawab)

Suciwati melanjutkan, para aktivis HAM bersama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM akan terus melakukan aksi Kamisan hingga mendapatkan keadilan.

"Kami akan terus melawan, karena tidak mau anak kami nanti diculik, ditembak, atau diracun. Jangan sampai saudara-saudara kita mengalami seperti Munir atau Wawan (BR Norma Irmawan, korban penembakan Semanggi I)," ujar Suciwati.

Kompas TV 10 Tahun Menanti Respon Pemerintah-Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies di Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies di Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com