Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangkal "Hantu" Ruang Daring

Kompas.com - 19/01/2017, 10:34 WIB

Damar Juniarto, aktivis demokrasi digital, dalam rangkaian cuitan Twitter-nya yang diberi tanda pagar #HantuHoax awal Januari lalu mengistilahkan informasi "hoax" sebagai "hantu" karena berangkat dari hal tak nyata.

Beberapa bulan terakhir, teror "hantu" ini menguras energi. Bagaimana cara tepat menghentikannya agar tidak jadi racun demokrasi?

Teror hoax atau informasi berupa teks, gambar, atau video bohong atau pelintiran itu dinilai sudah begitu masif meneror ruang-ruang publik dalam jaringan (daring) di Indonesia.

Mulai dari tautan gambar atau teks di jejaring pertemanan daring, seperti Facebook, Twitter, Instagram, hingga pesan berantai di grup Whatsapp.

Pengguna internet yang tidak waspada dengan teror hantu hoax dengan mudah menyebarkannya kepada koleganya di ruang daring sehingga memunculkan efek bola salju yang menggelinding semakin besar.

Dalam diskusi Satu Meja bertajuk "Hoax di Negeri Demokrasi" yang disiarkan Kompas TV, Senin (16/1) malam, Ketua Satuan Tugas Multimedia Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Sulistyo Pudjo mengutip hasil penelitian pakar teknologi informasi Pratama Persada menyebutkan, informasi hoax sudah mencakup 60 persen dari konten media sosial di Indonesia.

Informasi palsu, bohong, atau pelintiran yang dimaksud terdiri dari gradasi kandungan informasi bohong yang bervariasi, baik 100 persen, 60 persen, atau 50 persen.

"Walaupun hanya 30 persen hoax, tetapi kalau terus-terusan muncul otomatis bisa dianggap menjadi kebenaran kalau tidak ada klarifikasi atau narasi balik dari pihak berwenang," kata Sulistyo dalam acara yang dipandu Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo itu.

Dari pantauan Polri, kata Sulistyo, informasi palsu yang disebarkan di ruang digital itu cukup beragam, tidak melulu soal politik.

Namun, ada pula konten hoax di bidang kesehatan, sosial, ataupun keamanan dan ketertiban. Dikhawatirkan, hal ini bisa menimbulkan kebingungan atau bahkan menyesatkan.

Dalam perspektif konstruktivistik, realitas sosial tidak terlepas dari konstruksi pemikiran.

Dengan begitu, informasi palsu yang terus-menerus memapar masyarakat lama-lama akan dianggap sebagai realitas.

Dampak lebih jauh, muncul pula kekhawatiran informasi hoax itu bisa mengganggu kohesi sosial bangsa Indonesia.

Kekhawatiran ini juga tergambar dari jajak pendapat Litbang Kompas di 14 kota besar di Indonesia dengan melibatkan 567 responden pada Januari 2017.

Sebanyak 56,8 persen responden menilai media sosial sangat berpengaruh dalam memecah belah ikatan sosial masyarakat dan 28,9 persen responden menilai cukup berpengaruh.

Negara yang fondasi demokrasinya lebih maju dari Indonesia juga sudah lebih dahulu mengalami hal ini.

Pemilihan Presiden Amerika Serikat akhir 2016 kerap menjadi rujukan soal dampak negatif informasi palsu dan penuh kebohongan.

Kekalahan calon presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, disebut-sebut dampak dari informasi palsu yang menyebar luas di media sosial menjelang pemungutan suara November 2016.

Implikasinya, hingga kurang sepekan sebelum pelantikan Presiden terpilih AS, Donald Trump, rakyat AS masih terpecah.

Perpecahan itu juga diperuncing perang kata-kata antara pendukung Trump dan mereka yang mengkritik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com