Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

2017, Momentum Menegakkan Kehormatan Pers

Kompas.com - 19/01/2017, 08:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Apakah masyarakat pers Indonesia tidak tergugah diri menghadapi "tsunami informasi" klasifikasi menggelisahkan berbentuk gelombang hoax? Apa kontribusi insan pers Indonesia dalam menyatukan kembali kesatuan persatuan bangsa?

Pertanyaan semacam ini kerap penulis dengar, bahkan ditanyakan langsung dari kolega. Sebab, muncul kesan seolah-olah tiada upaya maksimal dalam berkontribusi atas persoalan segresi nasional yang terjadi sedikitnya enam bulan terakhir ini.

Jauh sebelum ramai gaduh belakangan ini, Dewan Pers mencatat hanya 234 perusahaan yang dikategorikan perusahaan pers profesional dari total 43.300 media daring. 

Di sisi lain, sepanjang tahun 2015 lalu, Dewan Pers menerima 750 aduan dari publik terkait media massa (90% dari media massa utama) dengan pelapor terbesar dari masyarakat disusul birokrat dengan lokasi utama dari Jakarta, Jatim, dan Sumut.

Karena itulah, hemat penulis, diperlukan upaya kolektif atas pemahaman dan penguatan peran-fungsi konstitusional Dewan Pers (sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 15 UU Pers) dalam menegakkan kehormatan pers pada tahun ini secara bersama-sama.

Ada dua penjelasan empirik yang bisa penulis sodorkan sekaligus mematahkan skeptisme tadi. Pertama, jauh sebelum muncul gerakan moral melawan hoax semacam Turn Back Hoax dan sejenisnya, Dewan Pers sudah menyadari potensi ini sejak enam tahun lalu.

Dalam Hari Pers Nasional (HPN) 2010 di Palembang, sebagai output kegiatannya, ada Deklarasi Palembang 2010 berisikan empat peraturan Dewan Pers hasil ratifikasi sebagian besar pemilik media besar di Indonesia.

Empat peraturan itu yaitu standar perusahaan pers, kode etik jurnalistik, standar perlindungan profesi wartawan, dan standar kompetensi wartawan.

Di titik ini saja, pengaturan tentang media massa profesional yang produksi konten sesuai UU Pers No 40/1999 dan derivatifnya (Kode Etik Jurnalistik dan atau Pedoman Media Siber) sudah dipikirkan masyarakat pers sejak lama.

Implemetasinya yang intensif, dalam catatan penulis, selepas deklarasi adalah standar kompetensi wartawan melalui uji kompetensi wartawan (UKW) tiga tingkatan yakni muda, madya, dan utama dengan sertifikator langsung dari Dewan Pers.

Penulis yang pernah mengikuti UKW dua kali (madya dan utama) merasakan betul betapa ketatnya pelaksanaan ujian ini. Apalagi penguji dan metode ujian memang pakar pers berpengalaman, mereka wartawan senior Indonesia sekaliber Atal Depari, Marah Sakti Siregar, Hendry CH Bangun, Kamsul Hasan, dst.

Metode yang diberikan sepenuhnya menguji bagaimana para pekerja pers bekerja profesional dengan mengikuti kaidah UU Pers dan turunannya, sehingga bukan sekali dua kali ditemukan, banyak wartawan yang sudah lama bekerja pun tak lulus UKW tersebut.

Ada metode pengujian akhir yang cukup menantang ketika wartawan harus membuktikan seberapa aktif dan luasnya jejaring mereka di lapangan.

Mereka harus menelepon narasumber paling utama (VVIP), setelah itu penguji menanyakan bagaimana kredibilitas dan proses kerja kita saat peliputan. Sungguh proses ujian tak mudah, sepenuhnya obyektif, dan mengarusutamakan kode etik jurnalistik! 

Dengan menggandeng sejumlah lembaga, baik pemerintahan, BUMN, hingga swasta, UKW banyak digelar di banyak tempat di tanah air. Terutama dengan menggandeng tiga organisasi pers yang diakui pemerintah: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com