KOMPAS.com — Siang itu, Selasa (17/1/2016), seperti biasanya kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, ramai dilalui oleh mobil-mobil pribadi, taksi, bus transjakarta, hingga bajaj dan pengendara ojek online yang beberapa terlihat ngetem di sepanjang trotoar menuju Jalan Sabang.
Pusat perbelanjaan Sarinah, restoran-restoran cepat saji, hingga kedai kopi Starbucks yang berada di sisi seberangnya juga ramai didatangi pengunjung. Kebanyakan dari mereka adalah karyawan-karyawan yang berkantor di sekitarnya.
Satu tahun lalu, tepatnya 14 Januari 2016, kondisi seperti itu tidaklah ditemui di kawasan Jalan MH Thamrin. Wilayah tersibuk di pusat Jakarta tersebut pada jam yang sama, satu tahun lalu, kacau oleh sejumlah ledakan yang kemudian diketahui sebagai serangan bom oleh kelompok teroris Bahrun Naim.
Masyarakat terhenyak, tidak menyangka, bahwa teror bom menghampiri mereka hari itu. Apalagi, Jalan MH Thamrin adalah jalan protokol yang masuk ke dalam area “ring 2” pengamanan polisi. Jaraknya hanya terpaut 1 kilometer dengan Istana Kepresidenan.
Kini, lokasi tersebut sudah kembali normal, tidak ada bekas-bekas ledakan bom yang bisa ditemui dari teror tersebut.
Kendati demikian, teror menyeramkan itu masih membekas dalam ingatan para saksi mata.
“Enggak disangka-sangka. Mulainya dari depan Starbucks, terus ada ledakan lagi. Jalan ditutup. Saya ketakutan, lari menjauh dari sini,” kisahnya sambil mengisap sebatang rokok.
Pada hari naas tersebut tidak ada sedikit pun firasat Adis akan ada serangan teroris di lokasi tempatnya mencari nafkah sehari-hari.
“Bukannya trauma lagi, takut saya. Jangan sampai kejadian seperti itu terulang karena saya sehari-hari cari duitnya di sini,” kata Adis.
Meski takut, sehari setelah peristiwa teror bom itu, Adis masih tetap mencari nafkah di lokasi yang sama. Meski sudah tidak ada penutupan jalan, kawasan MH Thamrin sepi.
“Sudah kayak hari Minggu sepinya. Omzet juga sempat turun,” katanya. Rupanya, banyak orang enggan melintas di lokasi tersebut pasca-teror.
Cerita yang hampir sama juga dikisahkan Fenny Fong (25), karyawan yang berkantor di lantai 31 Gedung Sinarmas Land Plaza, yang lokasinya tidak jauh dari titik ledakan pertama.
“Awalnya hanya dengar ledakan, belum terpikir kalau itu bom. Terus saya dan teman-teman kantor berusaha melihat ke jalan dari jendela apa yang meledak. Begitu ada yang bilang kalau itu bom, kami sempat panik, tapi mau meninggalkan kantor juga malah bahaya,” ujar Fenny.
Ledakan pertama terdengar dari depan area parkir Menara Cakrawala, tempat Starbucks berada. Kemudian disusul ledakan di pos polisi yang letaknya di perempatan besar Jalan MH Thamrin.
Baku tembak antara pelaku teror dengan aparat sempat terjadi. Bahkan, seorang pelaku sempat menembak ke arah Starbucks dan pelurunya mengenai dua warga negara asing yang tengah berada di sana.
Kedai kopi tersebut juga rusak parah. Kaca-kaca jendelanya pecah berkeping-keping akibat getaran dari ledakan. Starbucks sempat berhenti beroperasi sementara untuk perbaikan.
Selamat dari ledakan
Seorang aparat, yaitu Ipda Denny Mahieu, turut menjadi korban. Ipda Denny yang hari itu tengah menjalankan tugasnya sebagai tim pengurai melintas di kawasan MH Thamrin. Ia sempat berpindah ke Bundaran Hotel Indonesia. Namun, entah mengapa ia kembali ke MH Thamrin dan bertandang ke pos polisi di sana.
Tidak lama kemudian, ledakan terdengar. Melalui radio panggil, ia mengabari perihal ledakan tersebut kepada satuan tugasnya. Ia belum tahu apakah itu ledakan gas, atau bom seperti yang ditakutkan banyak orang.
Tiba-tiba perasaan seperti tersetrum menyengat tangan kirinya selama lima detik. Rupanya, ledakan kemudian terjadi di pos polisi, tempatnya berada.
Telinga Denny pun berdengung. Cairan darah bercampur nanah mengalir. Ia perlahan mencoba duduk dan menyadari bahwa kakinya telah dibanjiri oleh darah. Rasa nyeri langsung menyergap.
“Radio dan ponsel di tangan saya terpental. Entah kenapa. Kemudian ada suara ‘ngguuuung tak tak!’ dan ledakan terjadi. Suara masuk ke telinga, kepala saya langsung rasanya muter. Dalam hati saya hanya berseru, ‘Allah tolong saya’. Merinding saya kalau cerita ini,” ujarnya.
Ia pun dievakuasi ke RS Cipto Mangunkusumo. Penanganan dilakukan dan dirinya harus menjalani operasi mulai dari pukul 11.30 WIB hingga pukul 4.00 WIB hari berikutnya.
Proses penyembuhan selama berbulan-bulan harus dijalani. Ia baru mulai kembali bertugas pada 16 November 2016 lalu. Bagi Ipda Denny, hanya luka fisik masih tertinggal. Namun, luka batinnya sudah pudar.
“Saya banyak mendapat pendampingan dan dukungan. Dari Pak Kapolri, rekan-rekan di tempat saya bertugas, dokter, berbagai pihak, dan terutama keluarga. Saya pandang ini sebagai risiko tugas dan saya tidak ada rasa trauma. Begitu juga tidak ada rasa dendam dalam hati saya terhadap para tersangka teror,” ujarnya.
Ia pun secara pribadi masih heran bagaimana dirinya bisa selamat.
“Saya syukuri saja bahwa saya masih bisa bertahan. Saya tidak terbayang kalau orang lain seumpama ibu-ibu, anak-anak atau siapa yang lewat yang menjadi korban. Kalau saya lihat itu, saya akan lebih sedih,” ujarnya.
Lebih waspada
Starbucks yang masuk dalam catatan sejarah aksi terorisme di Jakarta tersebut sudah kembali normal. Sayang, para pegawai yang pada hari kejadian berada di sana sudah tidak ada lagi yang tersisa. Semua sudah berpindah tempat tugas.
Tidak ada yang bisa bercerita tentang apa yang terjadi pada hari itu di dalam kedai. Satu hal yang “berbicara” adalah tingkat pengamanan yang terasa lebih waspada menurut pantauan Kompas.com.
Memasuki Starbucks, dua petugas keamanan dilengkapi dengan alat detektor metal menyambut untuk memeriksa tas pengunjung. Di dalam, dua petugas keamanan berjaga. Satu di pintu samping dan satunya lagi di sudut dekat dapur.
Selebihnya tidak ada yang berbeda, termasuk juga tingkat keramahan para baristanya. Pelanggan pun tetap betah berlama-lama menikmati sejuknya AC dan kenyamanan kedai kopi tersebut ditemani secangkir kopi.
Pengamanan di pos polisi MH Thamrin juga berjalan seperti biasa. Memang berdasarkan keterangan para polisi yang saat itu berjaga, mereka merasa harus lebih waspada.
“Kalau menjaga keamanan itu sudah jadi kewajiban petugas. Selain menjaga ketertiban lalu lintas, kami juga wajib menjaga keamanan masyarakat,” ujar salah satu anggota yang namanya enggan disebut.