Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Radikalisme dan Pancasila

Kompas.com - 14/01/2017, 16:57 WIB

Oleh: Donny Gahral Adian

Belakangan ini radikalisme mendapatkan momentum politiknya. Kasak-kusuk lirih itu berubah menjadi suara yang nyaring dan lantang.

Kita pun seperti tergopoh-gopoh merespons gelagat tersebut. Sebagian bertanya, ”Apakah demokrasi tidak bisa mengatur dirinya sendiri dan memadamkan api intoleransi dalam tubuhnya?” Bagi saya, kita terlalu memandang tinggi demokrasi. Kita semua lupa bahwa demokrasi bukan mekanisme pemadam intoleransi. Dia cuma mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak. Netralitas semacam itu yang membuat kita (politically speaking) terhuyung-huyung dan nyaris pingsan. Kenyataannya, belakangan ini suara radikal mendapat sokongan publik. Lalu, apa yang harus dilakukan?

Demokrasi melempem

Filsuf Chantal Mouffe menuduh demokrasi liberal yang mengutamakan diskusi dan bukan kontestasi sebagai biang keladi sektarianisme. Kebangkitan politik kanan ditengarai Mouffe sebagai akibat ketidakmemadaian demokrasi liberal melahirkan kaum demokrat sebagai identitas kolektif. Demokrasi liberal tidak dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana kaum demokrat sebagai identitas kolektif diciptakan sebagai lawan sepadan bagi identitas sektarian.

Kegagapan demokrasi liberal menjelaskan pembentukan kaum demokrat disebabkan kebutaannya terhadap watak politik sebagai antagonisme. Demokrasi liberal tidak mampu menangkap kodrat pluralistik sebuah realitas sosial dan konflik yang mengikutinya. Individualisme yang menjadi acuan antropologis demokrasi liberal sulit mencerna watak kolektif sebuah konflik.

Konflik tidak terjadi antarindividu akibat perbedaan keinginan, tetapi antaridentitas kolektif. Politik adalah perkara pembentukan ”kami” di hadapan ”mereka”. Dia adalah arena bagi keputusan dan bukan kesepakatan.

Politik adalah keputusan eksistensial tentang siapa ”kami” dan siapa ”mereka”. Kedua keputusan tersebut sama pentingnya. Sebab, tanpa mengetahui siapa ”mereka”, ”kami” juga tidak dapat sepenuhnya tersusun. Tanpa pemahaman tentang siapa itu ”kelompok fundamentalis”, ”kelompok moderat” tidak dapat menjelaskan dirinya. ”Mereka” adalah yang mempertanyakan identitas ”kami” dan mengancam eksistensinya. Politik berlangsung ketika ”kelompok moderat” berhadapan secara frontal dengan ”kelompok fundamentalis”.

Materialisasi demokrasi juga berkontribusi menyulut radikalisme. Materialisasi demokrasi adalah kondisi semakin relativistiknya demokrasi sebagai akibat etika toleransi yang dikembangkan liberalisme. Dalam konteks etika toleransi liberal tidak ada yang tidak diakomodasi. Politik menjadi silang pendapat belaka tanpa kriterium demarkasi yang mampu menggaris yang benar dari yang keliru. Demokrasi pun sekadar persoalan siapa yang menguasai opini publik. Opini publik tidak diukur berdasarkan benar atau salah, tetapi ada atau tiadanya pengikut.

Di bawah terang demokrasi material, kelompok fundamentalis dapat memenangkan opini publik dan meraih dukungan secara perlahan tetapi pasti. Absennya konfrontasi di dalam demokrasi liberal turut berkontribusi pada proyek politik kaum fundamentalis. Kaum fundamentalis dapat meraih dukungan dengan menyebar kebencian terhadap Barat atau kaum moderat (yang dituduh) kaki tangan Barat. Opini publik pun direbut dengan mengatasnamakan kondisi ekonomi umat yang terpuruk.

Ceramah penyebar kebencian dapat berlindung di balik kebebasan berpendapat dan menarik simpati massa. Apalagi ketika kebencian tersebut menyentuh sesuatu yang memang dirasakan betul di akar rumput sebagai persoalan. Demokrasi liberal berbasis konsensus tidak dapat mencegah penguatan politik sektarian semacam itu. Kaum moderat tidak pernah berhasil menghadapi kaum fundamentalis karena senantiasa gagal membangun identitas kolektif ”moderat”. Alhasil, kaum moderat sibuk membuat forum diskusi dan seminar, sementara kaum fundamentalis sudah mengorganisasi diri dalam satuan-satuan yang militan.

Pancasila

Demokrasi sebagaiteori pilihan sosial niscaya gagap menjawab perkara radikalisme. Dia memerlukan semacam ideologi yang melampaui agregasi suara belaka. Tanpa ideologi, demokrasi gagal mencium malapetaka dalam dirinya. Kita menyaksikan dalam bentang sejarah betapa demokrasi justru melahirkan rezim yang mematikan rahim politiknya sendiri (baca: demokrasi).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Nasional
Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Nasional
Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Nasional
Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Nasional
Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Nasional
Ganjar Yakin Megawati Sampaikan Sikap Politik PDI-P untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran Saat Kongres Partai

Ganjar Yakin Megawati Sampaikan Sikap Politik PDI-P untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran Saat Kongres Partai

Nasional
Persiapan Peluncuran GovTech Makin Matang, Menteri PANRB: Langkah Akselerasi Transformasi Digital Indonesia

Persiapan Peluncuran GovTech Makin Matang, Menteri PANRB: Langkah Akselerasi Transformasi Digital Indonesia

Nasional
Megawati Minta Krisdayanti Buatkan Lagu 'Poco-Poco Kepemimpinan', Sindir Pemimpin Maju Mundur

Megawati Minta Krisdayanti Buatkan Lagu "Poco-Poco Kepemimpinan", Sindir Pemimpin Maju Mundur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com