Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Catatan ICJR Terkait Perma Penanganan Tindak Pidana Korporasi

Kompas.com - 04/01/2017, 15:54 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengapresiasi terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

Perma tersebut dinilai bisa mengisi kekosongan hukum terkait pertanggungjawaban tindak pidana oleh korporasi.

Meski demikian, menurut Direktur ICJR Supriyadi Widodo Eddyono, ada beberapa catatan penting yang harus diperhatikan agar Perma tersebut lebih memadai.

Supriyadi mengatakan, pengaturan yang lebih utuh terkait pertanggungjawaban pidana korporasi seharusnya juga dimuat dalam KUHP.

"Namun rancangan KUHP (pembahasan revisi KUHP) masih belum selesai, sehingga Perma ini nanti harus disesuaikan dengan KUHP baru," kata Supriyadi, melalui keterangan tertulis, Rabu (4/1/2017).

Oleh sebab itu, menurut Supriyadi, Perma Pidana Korporasi harus disesuaikan dengan KUHP agar tidak sekadar mengisi kekosongan hukum.

Kedua, isi Perma juga banyak mengatur proses hukum yang dilaksanakan oleh institusi penegak hukum selain pengadilan, seperti kejaksaan, KPK, dan kepolisian.

Menurut Supriyadi, perlu dilihat apakah Perma ini tidak tumpang tindih atau berkontradiksi dengan peraturan lainnya.

Saat ini, Kejaksaan Agung sudah memiliki PERJA Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi.

"Perlu dilihat apakah ada tumpang tindih atau kontradiksi antara Perma dengan aturan internal institusi lainnya, seperti PERJA Nomor 28 Tahun 2014 tersebut," ujar dia.

(Baca juga: Jaksa Agung: Peraturan MA soal Pidana Korporasi Permudah Penanganan Kasus Korupsi)

Selain itu, Supriyadi berpendapat Perma tersebut hanya mengatur hal-hal yang bersifat formal prosedural, seperti teknis pemeriksaan korporasi di pengadilan, format surat panggilan terhadap korporasi, format dakwaan terhadap korporasi, format putusan terhadap korporasi.

Sementara, sudah ada beberapa perkara korporasi yang tanpa adanya aturan formal tersebut tetap dapat dilakukan proses persidangan.

Dia mengatakan, seharusnya yang menjadi perhatian selain aturan formal-prosedural adalah hal-hal yang bersifat substansi, seperti mekanisme penarikan pertanggungjawaban pidana korporasi, kapan suatu perbuatan dapat dibebankan kepada korporasi dan kapan suatu perbuatan tidak dapat dibebankan kepada korporasi.

Di sisi lain definisi korporasi dalam Perma dianggap belum detail karena tidak mencantumkan apa saja korporasi yang merupakan badan hukum dan apa-apa saja korporasi yang merupakan bukan badan hukum, serta bagaimana pengaturan antara yang satu dengan yang lain.

Catatan lainnya juga mengkritisi pasal 1 angka 10 tentang perluasan penarikan pertanggungjawaban pengurus korporasi.

Dalam pasal itu seseorang bisa dimintai pertanggungjawaban jika terbukti dapat mengendalikam atau memengaruhi kebijakan korporasi meski tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.

"Perluasan ini perlu diperjelas batasannnya. Apabila dikaitkan dengan beberapa teori pertanggungjawaban pidana korporasi seperti 'identification theory' maka tetap disyaratkan kedudukan dan kewenangan dari orang yang bersangkutan dikaitkan dengan tindak pidana yang dilakukan," tuturnya.

Terkait penerapan sanksi, kata Supriyadi, Perma tersebut juga perlu mengatur pidana tambahan atau tindakan tata tertib, selain pidana denda.

(Baca juga: MA Keluarkan Perma 13/2016, Ini Sanksi bagi Korporasi yang Terlibat Tindak Pidana)

Pidana tambahan atau tindakan tata tertib sudah banyak diatur dalam berbagai undang-undang seperti pencabutan izin usaha, pencabutan status badan hukum, perampasan keuntungan, penutupan sebagian atau seluruhnya perusahaan, perbaikan akibat dari tindak pidana, menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun, dan lain sebagainya.

Beberapa sanksi pun perlu diatur lebih lanjut, misalnya pencabutan izin usaha atau status badan hukum. Hal ini dikarenakan dampak dari sanksi itu dapat menimpa orang-orang atau pekerja yang mungkin tidak berkaitan dengan tindak pidananya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com