JAKARTA, KOMPAS.com - Michael Bimo, orang yang melaporkan penulis buku "Jokowi Undercover" Bambang Tri Mulyono, diperiksa Bareskrim Polri, Selasa (3/12/2017) siang.
Bimo menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Pengacara Bimo, Lina Novita mengatakan, kliennya membawa sejumlah bukti dalam pemeriksaan itu.
"Ada yang perlu dilengkapi lagi, barang bukti, dan informasi apa saja. Dikroscek lagi oleh penyidik," ujar Lina, saat dihubungi, Selasa petang.
Barang bukti yang dibawa antara lain print out dari buku "Jokowi Undercover" dan video.
Lina mengatakan, video tersebut berisi pengakuan Bambang bahwa ia yang membuat buku tersebut beserta maksudnya.
(Baca: Polri Diminta Cermat soal Pasal dalam Kasus "Jokowi Undercover")
"Kemudian juga alamat pemesanan (buku) kami dapatkan di akun Facebook-nya itu," kata Lina.
Bambang menjual bukunya secara online melalui akun Facebook pribadinya bernama Bambang Tri.
Sebelumnya, polisi mengaku tak menemukan toko atau gerai buku yang menjual langsung buku itu.
Lina mengatakan, kliennya juga membeli buku itu langsung melalui Facebook.
"Setelah itu berbarengan dengan itu, temannya Bimo ketemu dan ngasih buku itu," kata Lina.
Selain memeriksa Bimo, penyidik sebelumnya telah meminta keterangan sejumlah ahli, mulai dari ahli pidana, ahli bahasa, hingga ahli sejarah.
(Baca: Polisi Sebut Buku "Jokowi Undercover" Disusun Tanpa Akurasi Data)
Bambang dianggap menyebar kebencian dengan buku yang dia tulis dan diskriminasi terhadap etnis dan ras tertentu.
Salah satu hal yang Bambang tulis dalam bukunya yakni menyebut Jokowi telah memalsukan data saat mengajukan diri sebagai calon presiden 2014 lalu.
Ia juga menyebut Desa Giriroto, Boyolali, merupakan basis Partai Komunis Indonesia terkuat se-Indonesia. Padahal, PKI telah dibubarkan sejak 1966.
Bambang menuliskan seolah-olah hal tersebut nyata tanpa memiliki dokumen pendukung atas tulisannya itu.
Tuduhan yang dimuat pada buku itu dianggap merupakan sangkaan pribadi Bambang.
Bambang juga dianggap menebarkan kebencian terhadap kelompok masyarakat yang bekerja di dunia pers.
Ia menyebut bahwa sosok Jokowi dan Jusuf Kalla muncul atas keberhasilan media massa dan melakukan kebohongan terhadap rakyat.
Bambang dikenakan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Bambang juga dijerat Pasal 28 ayat 2 UU ITE karena menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Selain itu, Bambang dianggap melanggar Pasal 207 tentang penghinaan terhadap penguasa.