Semua tantangan kemanusiaan ini harus kita hadapi. Warta malaikat kepada para gembala meneguhkan kita dengan mengatakan, ”Jangan takut.”
Kita sebagai warga negara dipanggil untuk ambil bagian sesuai tugas dan panggilan kita saat ini. Dalam hal ini, kita bisa belajar dari kisah kelahiran Yesus.
Ada pemimpin dan elite politik (Herodes), orang-orang pandai dan terdidik (orang- orang majus), ada pemimpin dan ahli agama (imam dan ahli Taurat), ada orang kecil dan sederhana (para gembala), ada keluarga dan anak-anak (Yosef, Maria, dan bayi Yesus).
Jangan menjadi Herodes, yang penuh kebencian, menggenggam erat kekuasaan dan uang, mematikan semua yang hening dan bening. Bukalah hati dan budi agar tidak mati.
Biarkanlah hati bernyanyi nyaring, bergerak melihat penderitaan dan keprihatinan di sekitarnya. Sekali lagi, kita perlu pendidikan suara hati!
Jika orang-orang yang mumpuni berani menyuarakan suara hati, Silent Night, Holy Night akan dialami oleh banyak orang. Orang yang menyediakan waktu untuk masuk ke lubuk hatinya, mendengarkan suara hati, dialah yang mendengarkan warta Allah bagi diri dan orang-orang sekitarnya.
Dialah pemimpin yang akan membela rakyatnya; dialah sang guru yang mengajar dengan bijak; dialah pemimpin agama yang berujar penuh kedamaian. Holy night sungguh bisa mewujudkan kedamaian di masyarakat Indonesia.
Sebagaimana cinta adalah pengalaman dan rasa, demikian juga toleransi dan hormat kepada sesama manusia. Toleransi adalah suatu pengalaman: hidup bersama saling menghormati dengan kejujuran hati.
Selamat Natal. Semoga Anda semua dalam keheningan hati dan kebeningan budi.
(J KRISTANTO S PR, Rektor Seminari Tinggi St Paulus, Kentungan, Yogyakarta)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Desember 2016, di halaman 1 dengan judul "Keheningan Hati dan Kebeningan Budi".