JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I Syaifullah Tamliha meminta agar TNI tak memaksakan pengoperasian pesawat tua seperti Hercules. Tamliha menuturkan, sulit mencari ketersediaan spare part pesawar berusia tua yang pabriknya sudah tertutup.
"Kami berharap pesawat-pesawat milik TNI yang sudah tidak ada lagi pabrikanya itu dikandangkan saja ke hanggar pesawat untuk dijadikan sejenis museum untuk generasi muda bahwa kita (pernah) punya pesawat itu," kata Tamliha di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/12/2016).
Sebelumnya, peristiwa jatuhnya pesawat Hercules jenis C130 A-1334 milik TNI AU di Timika-Wamena, Papua, Minggu (18/12/2016), tercatat sebagai peristiwa kecelakaan pesawat TNI yang keenam kalinya.
(Baca: Kalla Sebut Pesawat Hercules Bisa Tahan hingga 50 Tahun)
Tamliha mengatakan, sudah seharusnya Panglima TNI dan Menteri Pertahanan tidak lagi menerima hibah pesawat dari luar negeri yang berujung pada pengeluaran negara yang justru bisa membengkak.
Ia berharap keduanya tegas menghentikan pembelian alutsista bekas, agar tak ada lagi pesawat yang jatuh dan korban lebih banyak lagi.
"Misalnya, F16 itu kan barang rongsokan kemudian kita kanibalkan di sini. Sementara kita ongkos kirim dan sebagainya kan menggunakan valuta asing dengan biaya sangat tinggi. Buktinya berjatuhan juga," ujar Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
"Oleh karena itu, hibah-hibah yang terutama pabriknya di Amerika atau Eropa sudah tutup, dihentikan saja pembeliannya," sambung dia.
(Baca: Isak Tangis Iringi Pemakaman Korban Jatuhnya Pesawat Hercules)
Pesawat Hercules C-130HS dengan nomor registrasi A-1334 jatuh di Wamena, Papua, Minggu pagi. Sebanyak 13 orang yang ada di dalam pesawat itu tewas.
Dua belas orang di antaranya adalah kru pesawat yang merupakan anggota tetap Lanud Abdulrachman Saleh, Malang.
Sementara satu lagi adalah anggota TNI di Papua yang tengah menumpang. Pesawat itu merupakan hibah dari Australia dan mulai beroperasi pada Februari 2016 lalu.