Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2016: Jokowi dan Berbagai Pesannya di Arena Konsolidasi...

Kompas.com - 19/12/2016, 06:42 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

Kapan bertemu SBY?

Pada 21 November 2016, Presiden Jokowi makan siang bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Istana Merdeka.

Seusai makan siang bersama Mega, Presiden menyatakan membuka peluang untuk berkomunikasi dengan Presiden keenam RI sekaligus Ketua Umum Partai Dmeokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

"Ya nanti semuanya akan kita atur," ujar Jokowi.

Selain soal kemungkinan bertemu SBY, Jokowi juga menyoroti gejolak di masyarakat atas kasus Ahok.

Menurut dia, hal itu adalah peristiwa politik biasa. Setiap pemilihan kepala daerah akan menimbulkan riak di masyarakat.

"Sebetulnya dalam setiap Pilkada, baik Wali Kota Wakil Wali Kota, Bupati Wakil Bupati dan Gubernur Wakil Gubernur, di mana-mana pasti suhunya hangat. Dinamika pasti lebih tinggi dibandingkan keadaan normal biasa. Sehingga ini sebenarnya dinamika biasa," ujar Jokowi.

Namun, Jokowi kembali mengatakan, riak-riak tersebut telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak politik tertentu.

"Ya seperti yang saya sampaikan kemarinlah, ada yang menunggangi untuk kepentingan-kepentingan lain. Ada aktor -aktor politik yang memanfaatkan situasi," ujar Jokowi.

Bagi Jokowi, keberadaan kelompok politik yang menunggangi semacam itu pada dasarnya juga hal yang biasa. 

Ia menyayangkan jika ada aktor politik yang memanfaatkan sehingga memecah belah persatuan.

"Yang paling penting sekali lagi, jangan merugikan NKRI, jangan melemahkan Bhinneka Tunggal Ika kita, apalagi jangan merongrong Pancasila. Prinsipnya itu saja," ujar Jokowi.

Memantapkan Pancasila

Pada 22 November 2016, Presiden Jokowi sarapan bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Jokowi membicarakan tiga hal dengan Surya.

Pertama, Jokowi ingin memantapkan kembali implementasi ideologi Pancasila di seluruh komponen bangsa.

Kedua, Jokowi menegaskan spirit kemajemukan, saling menghormati, saling mengasihi dan saling menyayangi antaranak bangsa juga perlu diperkuat.

“Ketiga, ini yang sangat penting, pemerintah bertekad dengan semua kekuatan untuk mencegah tumbuh kembangnya paham radikalisme di Indonesia,” ujar Jokowi.

Indonesia adalah negara hukum

Pada siang harinya, giliran Ketua Umum PPP Romahurmuziy yang makan siang dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka.

Seusai pertemuan, Jokowi menekankan Indonesia adalah negara hukum.

Oleh sebab itu, jika ada konflik karena perbedaan-perbedaan, harus diselesaikan melalui jalur hukum.

"Kita adalah bangsa yang majemuk, yang akan terus menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada. Solusinya adalah kembali kepada konsep negara hukum," ujar Jokowi.

Ia tidak setuju jika proses hukum itu diintervensi oleh kelompok tertentu.

Menurut dia, hal itu adalah pemaksaan kehendak.

"Sebagai negara hukum, semua harus berjalan atas hukum, bukan atas dasar pemaksaan kehendak. Apalagi dengan menggunakan kekuatan massa. Hukum harus menjadi panglima di negara kita," ujar Jokowi.

Penyambung Jokowi dengan Trump

Sementara, pada sore hari, Presiden mengundang Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ke Istana Merdeka.

Topik ekonomi menjadi salah satu yang dibahas di pertemuan ini.

Presiden mengatakan, kedekatan Setya Novanto dengan Donald Trump, Presiden baru AS, akan sangat bermanfaat bagi hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat.

“Yang jelas kami senang karena kedekatan Pak Setya Novanto dengan Donald Trump. Jadi nanti kalau ada apa-apa, ya bisa nanti minta tolong ke Pak Setya Novanto,” ujar Jokowi sembari tertawa.

Komunikasi dengan parpol

Konsolidasi Kebangsaan Jokowi berlanjut pada 29 November 2016.

Presiden melakukan makan siang bersama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di Istana Merdeka.

Ia berjanji akan mengintensifkan kembali komunikasi dengan partai politik pendukung pemerintah.

"Komunikasi politik dengan partai politik akan diintensifkan lagi," ujar Jokowi.

Jokowi mengaku, topik ini menjadi fokus pembicaraan mereka selama sekitar satu jam sembari makan siang dengan menu ikan bakar, sate, dan soto.

"Kita ini sebenarnya sangat sering ketemu. Tapi memang akan lebih sering lagi sehingga semua bisa saling sambung dan semua masalah bangsa dan negara bisa diselesaikan," ujar Jokowi.

Arti makar dan persatuan Indonesia

Pada 30 November 2016, Presiden Jokowi makan siang bersama Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.

Presiden mengakui, belakangan ini, kata 'makar' dan 'persatuan Indonesia' sering dilontarkan oleh pejabat di pemerintah.

Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian adalah orang yang pertama kali melontarkan kata tersebut.

Sementara, kata 'persatuan Indonesia' kerap dilontarkan Presiden sendiri.

Jokowi mengatakan, terdapat pesan di balik dua kata itu.

"Ini untuk peringatan dan mengingatkan kita semuanya," ujar Jokowi.

Kata 'persatuan Indonesia', kata Jokowi, sebagai pengingat bahwa Indonesia terdiri dari suku, agama, ras dan bahasa yang berbeda-beda, namun pada hakekatnya tetap satu juga.

"Menunjukkan betapa kita ini beragam. Betapa kita ini majemuk," ujar Jokowi.

Sementara, soal kata 'makar', pemerintah juga ingin memberi pesan bahwa Indonesia memiliki konstitusi dan undang-undang yang harus ditaati oleh seluruh warga negara, tanpa terkecuali.

"Kenapa ada yang menyampaikan makar? Untuk mengingatkan bahwa kita ini punya konstitusi yang mengatur Pilkada, pemilihan presiden, pemilihan legislatif. Semua sudah diatur. Hanya mengingatkan bahwa yang terpilih di DPR/MPR itu sudah lewat proses yang panjang. Termasuk presiden dan wakil presiden juga sama," ujar Jokowi.

Eksekutif dan legislatif lebih "mesra"

Pada 16 Desember 2016, Presiden Jokowi menerima kunjungan pimpinan DPR RI di Istana Merdeka.

Adapun, Pimpinan DPR yang hadir yakni Ketua DPR RI Setya Novanto serta tiga Wakil Ketua DPR, yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Taufik Kurniawan.

Dalam pertemuan itu, kedua lembaga negara sepakat untuk lebih mengintensifkan komunikasi dan konsultasi.

Seusai menerima DPR RI, pada siang harinya, Presiden menerima pimpinan DPD RI, di antaranya Ketua DPD Mohammad Saleh, Wakil Ketua DPD GKR Hemas, Farouk Muhammad dan sejumlah ketua kelengkapan DPD RI.

Topik pembahasan kedua belah pihak, antara lain penguatan kelembagaan DPD RI melalui amandemen atau perubahan undang-undang dan komitmen bersama untuk membangun Indonesia bagian timur.

Dana desa dan otonomi khusus Papua juga tidak luput dari pembahasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com