Sedangkan Sylvi, pasangan Agus, merupakan representasi gender perempuan yang merupakan satu-satunya calon perempuan.
Berbeda dengan Amerika Serikat, Indonesia memiliki pengalaman dipimpin oleh presiden dan kepala daerah dengan jenis kelamin perempuan. Ini diharapkan dapat menarik simpati kaum hawa dalam menentukan pilihannya kelak.
Selain itu, Sylvi yang berlatar belakang birokrat tulen dapat dijadikan sebagai alat belajar untuk mengukur sejauh mana potensi birokrat dalam praktik politik.
Pasangan kedua adalah Ahok dan Djarot. Tidak sering terjadi dalam kontes politik di Indonesia yang dapat mempertahankan petahana dalam satu paket yang utuh.
Seringkali petahana nomor satu akan bersaing dengan petahana nomor dua untuk memperebutkan posisi nomor satu di periode selanjutnya.
Maka tidak berlebihan jika pasangan nomor urut dua ini dianggap memegang penuh kendali dan akses terhadap kekuasaan yang akan menguntungkan dalam proses suksesinya.
Sempat terjadi polemik akibat Ahok yang menolak cuti di masa kampanye. Beberapa kalangan curiga hal tersebut disebabkan oleh keinginan Ahok untuk tetap berada dalam kekuasaan dan menggunakannya untuk kepentingan politiknya di pilgub yang akan dijelang.
Jika nanti Ahok-Djarot menang, maka akan menguatkan stigma bahwa petahana tidak dapat dikalahkan.
Pasangan ketiga, Anies dan Sandi, mengklaim sebagai pasangan profesional, bukan pasangan politik. Meskipun keduanya sudah cukup dikenal sebagai orang-orang yang terlibat dalam politik praktis namun tidak menunjukan identifikasi sebagai kader partai politik.
Kendati tidak berangkat sebagai calon perorangan atau independen, pasangan ini berusaha untuk mengelola masyarakat dengan preferensi politik yang lebih rasional, biasanya adalah kelompok masyarakat menengah ke atas dengan tingkat pendidikan yang lebih baik.
Selain preferensi politik yang direpresentasikan oleh para pasangan calon, masyarakat juga dapat memiliki preferensi politik lain dalam menentukan pilihannya. Misalnya preferensi suku bangsa dan agama.
Masih banyak pemilih kita yang menjadikan suku bangsa dan agama sebagai salah satu konsiderasi penting dalam menentukan pilihan. Terpantau ketiga calon tersebut berusaha meraih simpati mayoritas pemilih dengan menonjolkan preferensi tersebut dengan caranya masing-masing.
Oleh karena itu, apapun hasil Pilgub DKI Jakarta nanti akan menjadi referensi yang signifikan dalam menentukan strategi dan taktik yang akan digunakan dalam pemilihan presiden tahun 2019 yang akan datang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.