JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai, pemerintah harus menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi pada sektor pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Khususnya, dalam kasus korupsi yang dilakukan Brigjen Teddy Hernayadi terkait pembayaran sejumlah alutsista, seperti pesawat F-16 dan helicopter Apache di Kementerian Pertahanan sejak 2010 hingga 2014.
Perbuatan Teddy telah merugikan negara sebesar 12 juta dollar Amerika Serikat dan divonis seumur hidup oleh Mahkamah Militer Tinggi II, Penggilingan, Jakarta Timur, Rabu (30/11/2016).
Araf menilai, kasus korupsi yang menjerat Teddy tak dilakukan sendirian.
"Karena biasanya dalam kasus praktik korupsi seperti ini tidak dilakukan tunggal," ujar Araf dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Senin (5/12/2016).
Araf mengatakan, Teddy dapat menjadi justice collaborator (JC) untuk membongkar keterlibatan pihak lain.
"Dalam konteks itu sebaiknya putusan Brigjen Teddy sebaiknya menjadi pintu masuk membongkar kasus-kasus pengadaan alutsista lainnya yang bermasalah," ujar Araf.
(Baca: Ketua KPK Duga Brigjen Teddy Tak Sendirian)
Menurut Araf, pengusutan tuntas kasus korupsi tersebut penting.
Jika tidak segera diusut, korupsi itu dapat menghambat rencana pemerintah dalam memodernisasi alutsista Indonesia.
Padahal, kondisi alutsista Indonesia saat ini sudah terbatas dan memprihatinkan.
"Kami menilai pengadaan alutsista sebagai bagian memodernisasi dan penguatan pertahanan Indonesia memang sangat penting dan diperlukan," kata Araf.
Selain itu, ia berharap pengusutan kasus korupsi di bidang pertahanan tidak berhenti dalam perkara Teddy.
Pasalnya, praktik korupsi dalam pengadaan alutsista akan terus terjadi jika kasus lainnya dibiarkan.
"Membiarkan kasus-kasus lain tidak dibongkar itu sama saja akan melanggengkan praktik korupsi dalam pengadaan alutsista," ujar dia.