Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Peci Pimpinan DPR

Kompas.com - 21/11/2016, 09:18 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden pertama RI Sukarno menyebut peci sebagai simbol nasionalisme yang menunjukan jati diri bangsa.

Selain itu, Sukarno pun hendak menunjukkan peci sebagai simbol kesetaraan. Sebab, dahulu peci adalah tutup kepala kaum buruh melayu.

Peci kemudian menjadi identitas resmi Indonesia. Itu tampak dari foto resmi pejabat negara yang pria selalu mengenakan peci hitam.

Tak terkecuali para pimpinan DPR. Dua pimpinan DPR menjadikan peci sebagai aksesoris wajib dalam aktvitas kesehariannya, yakni Ketua DPR Ade Komarudin dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Ade mengaku tak pernah mencopot peci hitam sejak kali pertama mengenakannya pada akhir 2014.

Namun, alasan Ade mengenakan peci berbeda dengan Bung Karno. Putra Ade yang saat itu duduk di kelas lima SD, yang mengilhaminya untuk mengenakan peci.

(Baca: Kenakan Baju Koko dan Peci, Kapolri Hadiri Tabligh Akbar Habib Kwitang)

Momen itu, kata Ade, bermula saat ia tengah bercermin. Putra ketiganya yang berada di samping tiba-tiba mengatakan rambut Ade kini mulai tipis.

"Pah sudah mau tipis tuh rambut. Enggak bagus lagi. Dulu sih tebel. Berarti kan sekarang makin tua, sudah pakai peci saja. Kan udah mulai tua juga sekarang. Sudah pake peci aja pah. Kaya Bung Karno juga nanti kalau pakai peci," ujar Ade menirukan suara putranya yang saat itu masih duduk di bangku kelas 5 SD.

"Dalam hati saya anak kecil ini sudah ngerti politik juga. Sudah kaya politisi juga. Saya bilang ke istri beliin deh. Sampai hari ini (peci) tidak pernah copot," lanjut Ade.

Ade mengatakan peci kini telah menjadi bagian penting dalam penampilannya sehari-hari.

Apalagi, sebagai mantan santri, Ade dulu kerap mengenakan tutup kepala tersebut.

"Jadi waktu pertama kali pakai peci enggak ada rasa canggung. Saya kan pernah di pesantren waktu SMP 1 tahun, SMA 1 tahun. Dulu di pesantren tradisional di Purwakarta," tuturnya.

Politisi Partai Golkar itu mengaku bangga mengenakan peci. Meskipun, kata Ade, ada saja orang yang menilai peci itu simbol orang kampung.

(Baca: Jas dan Peci Bung Karno Jadi Koleksi Museum Perumusan Naskah Proklamasi)

Karena di daerah pemilihan (dapil)-nya di Purwakarta, haji-haji di kampunglah yang sering mengenakan peci.

"Kalau saya pakai ini (peci) rasanya ya egaliter aja. Pakai batik dan peci. Sama kaya Pak Haji. Makanya kalau saya ketemu mereka dipanggilnya Pak Haji karena peci," ucap Ade.

Tak lupa, Ade mengakui alasannya memakai peci hingga kini juga karena sisi nasionalisme dari tutup kepala berwarna hitam itu.

Meski kini peci populer di kalangan santri, menurut Ade itu tetap tidak menghilangkan sisi nasionalisme peci.

Sebab menurut Ade, santri juga memiliki peran strategis dalam proses kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Selain itu, Ade mengaku peci juga menjaganya dari hal-hal negatif. Saat ditanya apa maksudnya, ia hanya berseloroh.

"Ya begitu lah. Dengan memakai peci saya jadi ingat bahwa tidak boleh melakukan hal-hal yang tidak patut," papar dia.

Lain halnya dengan Ade, alasan Fahri pertama kali mengenakan peci yakni memenuhi permintaan Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al Jufri.

KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Tabu (12/10/2016)
Fahri mengungkapkan waktu awal kali menjadi pimpinan DPR, Salim memintanya mengenakan peci agar terlihat lebih kalem.

"Tapi Sekalem-kalemnya yang kita usahakan enggak bisa juga ubah karakter kita sejak lahir. Saya pertahankan pecinya, kalau kalemnya enggak janji. karena ini juga simbol nasional. Bung Karno yang temukan peci kita ini, jadi ada dua alasan," kata Fahri saat ditemui di ruangannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

(Baca: Ke Istana Pakai Dasi dan Peci, Jusuf Kalla Ingin Membuat Foto Resmi)

Fahri menilai Bung Karno sejak awal mengenakan peci untuk menunjukan identitas resmi Indonesia.

Saat itu, kata Fahri, di tahun 1940an hingga 1950an, para pemimpin di kancah internasional kerap menunjukan identitas kebangsaan.

"U Nu dari Myanmar dengan sarung khas Burmanya, Nehru dari India dengan peci putih lancipnya, Nah akhirnya peci hitam ini sebagai simbol kebangsaan. Dan ini disebut peci nasional," tutur Fahri.

Selain itu, Fahri menganggap peci juga menjadi penanda bagi seseorang yang sedang berada dalam situasi resmi, salah satunya di saat menjalankan roda pemerintahan seperti yang ia alami sekarang.

"Cuma karena ada asosiasi relijiusnya, saya ini kan bukan ustadz dan kadang pikirannya dirasa modern atau liberal. Nah, orang kadang bilang enggak cocok sama pecinya," seloroh Fahri.

"Padahal enggak ada masalah. Sebagai peci nasional, Muchtar Pakpahan tokoh buruh nasional yang nonmuslim aja pakai peci," lanjut dia.

Meski Ade dan Fahri memiliki alasan yang berbeda saat pertama kali mengenakan peci, keduanya punya jawaban yang sama saat ditanya apakah terus mengenakan peci bila nantinya tak lagi menjabat sebagai pimpinan DPR.

(Baca: Yudi Latif: PPP Pengikut Setia Bung Karno karena Sering Pakai Peci)

"Kalau jadi pejabat dan tokoh masyarakat saya kira sebagai tokoh masyarakat kita terikat dengan peci juga. Karena kalau masyarakat ngundang kan bagus pakai peci. Saya kira enggak ada masalah. Dalam peran apapun saya kira kita menarik pakai peci," kata Fahri.

"Masih pakai dan saya enggak nyalon lagi di DPR, sudah merasa tua," kata Ade secara terpisah.

Kompas TV Fahri Hamzah: Kabinet Jokowi Cuma Kerja Tanpa Berpikir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com