Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Sultan, Pasal soal Syarat Daftar Riwayat Hidup Gubernur DIY Dihapus Saja

Kompas.com - 17/11/2016, 19:57 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, persyaratan yang harus dipenuhi Gubernur DIY dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU KDIY) telah menimbulkan polemik.

Pernyataan ini disampaikannya menanggapi gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan oleh sebelas orang dari beragam profesi.

Mereka yang mengajukan uji materi atas pasal ini, di antaranya abdi dalem Keraton Ngayogyakarta, perangkat desa, pegiat anti diskriminasi hak asasi perempuan, serta aktivis perempuan.

Menurut pemohon uji materi, frasa “istri" dalam menyerahkan daftar riwayat hidup oleh calon Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang diatur dalam UU KDIY bersifat diskriminatif.

Aturan ini menimbulkan penafsiran seolah-olah harus laki-laki yang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.

Adapun bunyi pasal 18 ayat 1 huruf m UU KDIY berbunyi, "calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat: m. menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak".

(Baca: Syarat Calon Gubernur di UU Keistimewaan DI Yogyakarta Digugat ke MK)

Dalam uji materi ini, Sultan menjadi pihak terkait karena akan terkena dampak langsung jika ada perubahan atas pasal yang diuji.

Menurut Sultan, sedianya pasal Pasal 18 ayat (1) huruf m UU KDIY dihilangkan saja unuk menghindari berbagai penafsiran yang dikhawatirkan mengancam keistimewaan Yogyakarta.

"Seharusnya tidak perlu diatur adanya syarat menyerahkan daftar riwayat hidup dalam pengisian jabatan calon Gubernur dan wakil Gubernur DIY sebagaimana diatur dalam Pasal tersebut," ujar Sultan, dalam persidangan yang dipimpin hakim ketua, Anwar Usman, Kamis (17/11/2016).

Sultan menilai, aturan pasal tersebut tidak lazim diterapkan dalam pengisian jabatan kepala daerah DIY.

Menurut dia, aturan itu lebih tepat diterapkan dalam konteks pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung atau tidak langsung.

Alasannya, para calon kepala daerah yang bersaing mungkin saja tidak diketahui profil dan latar belakang kehidupannya.

Dengan adanya aturan tersebut, maka memudahkan para calon kepala daerah untuk diperkenalkan kepada rakyat dan DPRD daerahnya masing-masing. 

Sementara, terhadap Sultan, Kasultanan Ngayogyakarta dan Adipati Kadipaten Paku Alaman sudah dikenal oleh seluruh rakyat DIY.

"Termasuk DPRD Provinsi-nya, jelas telah mengenal dan mengetahui track record dan profil siapa Sultan dan Adipati yang bertahta di Yogyakarta," kata Sultan.

Selain itu, norma pada pasal tersebut dinilainya menimbulkan ketidakpastian hukum, karena seolah ingin mengatakan pemegang tahta adalah harus seorang laki-laki.

Hal ini menjadi polemik jika calon sultan atau wakilnya nantinya belum atau tidak memiliki istri.

"Hal inilah yang membuat potensi masalah tersendiri yang bisa digunakan oleh pihak yang berburu kekuasaan untuk melebarkan urusan internal (Keraton Yogyakarta) menjadi berada di luar Keraton dengan menggunakan kata 'istri', frasa 'saudara kandung', bahkan kata 'anak'," papar Sultan.

Bagi Sultan, jika ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf m UU KDIY tetap dipertahankan, seharusnya tidak menimbulkan polemik dan kontroversi.

"Pasal ini telah menimbulkan polemik dan problem karena memunculkan berbagai macam penafsiran yang cenderung mengakibatkan terjadinya ketegangan politik DPRD dan Kesutanan Ngayogyakarta Hadiningrat," kata Sultan.

Permohonan uji materi ini teregistrasi di MK dengan nomor perkara 88/PUU-XIV/2016.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com