Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP Pilih Kawal Kasus Ahok Lewat Parlemen Ketimbang Turun ke Jalan

Kompas.com - 13/11/2016, 19:55 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak ikut dalam aksi unjuk rasa 4 November yang lalu atau aksi unjuk rasa serupa di waktu mendatang.

Ketua Umum DPP PPP M. Romahurmuziy mengatakan, partainya lebih memilih mengawal tuntutan pengunjuk rasa, yakni segera memproses Basuki Tjahaja Purnama atas perkara dugaan penodaan agama, melalui jalur parlementer.

"Ada proses yang bersifat parlementraian, ada proses yang bersifat jalanan. PPP adalah bagian dari parpol yang ada di DPR dan wajib menjalankan proses di parlementariat itu," ujar dia di sela Munas Alim Ulama di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Minggu (13/11/2016).

(Baca: Ketum PAN Apresiasi Upaya Konsolidasi Politik Jokowi Usai 4 November)

Menurut Romi, sapaan akrab Romahurmuziy, PPP memiliki 'lengan operasional' di Komisi III DPR RI yang memungkinkan untuk mengawal perkara itu.

Meski demikian, PPP tetap menghargai jika ada partai politik atau individu yang memilih turun ke jalan. Romi hanya wanti- wanti kepada mereka bahwa cara demikian sangat rentan ditunggangi oleh kelompok tertantu.

"Kalau namanya peserta berkonsentrasi dalam jumlah besar, itu rawan ditunggangi oleh siapa saja tanpa terkecuali. PPP juga mengingatkan, adanya kemungkinan ditunggangi, dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok," ujar dia.

Romi melanjutkan, PPP mendorong Polri mengusut perkara itu dengan mengedepankan prinsip "due process of law" atau supremasi hukum.

Ia yakin, Polri melakukan hal itu sesuai dengan perintah Presiden Jokowi. "Kita berharap dengan due proccess of law yang dikawal bersama oleh tokoh-tokoh penggerak aksi 4 November kemarin, maka keadilan, substansinya bisa didapatkan, apapun hasilnya tentu kami menunggu," ujar Romi.

Basuki Tjahaja Purnama dilaporkan kepada Polisi atas dugaan telah menistakan agama melalui pernyataannya soal Surat Al Maidah 51.

Polisi menerima 11 laporan terkait dugaan pernyataan Ahok tersebut. Kasus ini menyebabkan munculnya gelombang demonstrasi di Jakarta, 4 November 2016 lalu.

Mereka menuntut agar kasus itu dipercepat penyelesaiannya. Satu jam setelah unjuk rasa, kericuhan pecah.

(Baca: Jokowi dan Konsolidasi Pasca-demo 4 November)

Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menerima perwakilan para demonstran kemudian memerintahkan Polri menyelesaikan perkara itu, setidaknya dalam dua pekan.

Artinya, pada pertengahan November ini, Polri harus sudah memutuskan apakah perkara itu dihentikan atau dilanjutkan ke penyidikan.

Presiden Joko Widodo juga menegaskan, dirinya tidak akan melindungi mantan partnernya semasa menjabat Gubernur DKI Jakarta tersebut. Ia juga berjanji tidak akan mengintervensi perkara itu.

Kompas TV Presiden Tak Akan Intervensi Proses Hukum Kasus Ahok

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com