Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

23 Pasal Bermasalah, Pemerintah Dinilai Tak Serius Buat RUU Pemilu

Kompas.com - 08/11/2016, 17:41 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, pemerintah seharusnya melakukan kajian yang mendalam saat membuat draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.

Sebab, menurut Khoirunnisa, dalam RUU Pemilu ditemukan 23 pasal yang melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Harusnya pemerintah ketika buat draf sudah punya data atau kajian pasal-pasal apa saja yang sudah digugat dan diputuskan MK," kata Khorunnisa melalui pesan singkat, Selasa (8/11/2016).

Menurut Khorunnisa, pemerintah memiliki waktu yang cukup panjang saat membuat draf RUU Pemilu. RUU Pemilu, kata dia, telah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2016.

"Akhir 2015 kan sudah ada list Prolegnas-nya apa saja UU yang akan dibahas," ucap Khorunnisa.

Khorunnisa menuturkan, pemerintah seakan terlalu memberi perhatian pada sistem pemilu antara sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu proporsional tertutup. Akibatnya, lanjut Khoirunnisa, pasal lain menjadi terabaikan.

Contohnya, pemerintah pada awalnya berkeinginan alokasi kursi legislatif di daerah pemilihan paling sedikit 3 kursi dan saling banyak 8 kursi (3-8). Namun, ketentuan itu berubah menjadi 3-10 kursi per daerah pemilihan.

"Karena kalau mengubah 3-8 harus ada simulasi penataan alokasi kursi dan waktunya tidak sempat. Sama juga dengan soal pasal-pasal yang sudah diputus oleh MK," ujar Khorunnisa.

Lembaga Penelitian Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif sebelumnya menemukan adanya 23 pasal krusial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu yang berpotensi melanggar konstitusi atau putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

(Baca: 23 Pasal di RUU Pemilu Berpotensi Langgar UUD 1945)

Ketua KODE Inisiatif Veri Junaidi mengungkapkan, 23 pasal krusial ini dikelompokan ke dalam sembilan kualifikasi.

Adapun kualifikasi itu: penyelenggara; syarat calon; sistem pemilu; Keterwakilan perempuan; Syarat parpol dalam pengajuan calon presiden atau wakil presiden; Larangan kampanye pada masa tenang; Ketentuan sanksi kampanye; Waktu pemilu susulan atau lanjutan; dan Putusan DKPP terkait etika penyelenggaraan pemilu.

Mengenai penyelenggaraan pemilu, misalnya. Aturan keharusan bagi KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara negara untuk rapat dengar pendapat bersama DPR merupakan suatu kejanggalan. Apalagi hasil dari rapat tersebut mengikat.

(Baca: Empat Pasal RUU Pemilu soal Penyelenggara Berpotensi Langgar Konstitusi)

Sebab, kata Veri, hal ini bertentangan dengan Pasal 22 E Ayat 5 UUD 1945. Pasal itu menyebutkan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya, tak diperlukan RDP yang bersifat mengikat.

Pada draf UU Pemilu, aturan RDP tersebut tercantum dalam Pasal 58 Ayat 4.

Kompas TV KPU Gelar Konsolidasi Jelang Pilkada DKI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Nasional
Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Nasional
Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com