JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi akan mengkaji ulang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Menristekdikti, Muhammad Nasir mengatakan, pengkajian terhadap aturan tersebut dilakukan agar pemilihan rektor di perguruan tinggi dapat transparan, akuntabel, dan adil.
"Saya terus terang karena kami ingin mendapatkan rektor yang berkualitas," ujar Nasir saat konferensi pers di Kemenristekdikti, Jakarta, Jumat (4/11/2016).
(baca: KPK Usut Dugaan Korupsi Pemilihan Rektor Sejumlah PTN)
Menurut Nasir, aturan pemilihan rektor perguruan tinggi saat ini kerap jadi sorotan publik. Sebab, aturan tersebut diduga menjadi celah korupsi.
Terutama, dalam klausul yang menyatakan bahwa Menristekdikti memiliki 35 persen hak suara dalam pemilihan rektor.
"Maka dari itu formatnya akan diubah. 35 persen atau 100 persen atau seperti apa, maka mohon nanti tim melakukan kajian," kata Nasir.
(baca: Ini Alasan Menteri Punya Hak Suara 35 Persen dalam Pemilihan Rektor)
Demi mensukseskan kajian tersebut, Kemenristekdikti menggandeng sejumlah lembaga pemerintah.
Lembaga tersebut, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman RI (ORI), dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan, kajian tersebut rencananya diselesaikan pada akhir tahun 2016.
"Akhir tahun ini kajian selesai. Mudah-mudahan Desember tahun ini bisa selesai," kata Laode.
(baca: Ombudsman Beberkan Kejanggalan Pemilihan Rektor PTN ke Menristek Dikti)
Laode berharap, kajian tersebut dapat menghasilkan rekomendasi yang tepat agar celah korupsi dalam pemilihan rektor bisa diminimalisasi.
"Mudah-mudahan dari kajian akan melahirkan formula rekomendasi yang pas. Jangan rekomendasi itu menimbulkan celah-celah potensi korupsi," kata Laode.