JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, persoalan defisit anggaran yang terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus segera diselesaikan.
Perlu sejumlah terobosan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Andi Zainal Abidin Dulung, seusai bertemu Kalla di Kantor Wapres, Senin (31/10/2016).
Menurut Andi, ada dua formulasi untuk mengatasi defisit anggaran BPJS Kesehatan.
“Ini yang sedang kami cari langkah-langkahnya,” kata dia.
Opsi pertama, yaitu dengan berbagi tanggung jawab antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Saat ini, ada dana kapitasi yang disalurkan pemerintah ke puskesmas.
Dana kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar di muka kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
(Baca: Ada Sanksi Administratif Bagi Warga yang Tidak Ikut BPJS Kesehatan)
“Nah ini apakah ini yang mau direstrukturisasi atau ada anggaran tertentu yang sudah disiapkan oleh pemda. Kalau kurang, dia nambah misalnya. Karena masih banyak pemda yang belum mengintegrasikan dia punya sistem,” ujarnya.
Opsi kedua, dengan mendorong tingkat keikutsertaan masyarakat dalam program BPJS Kesehatan.
Saat ini, kebanyakan peserta BPJS Kesehatan adalah orang yang sedang atau pernah sakit. Sementara, mereka yang masih sehat kurang berminat mengikuti program tersebut.
Dengan bergabungnya orang sehat ke dalam program itu, diharapkan iuran yang mereka berikan dapat menjadi subsidi silang bagi mereka yang sakit dan kurang mampu.
“Tentunya ini perlu public campaign. Harus mengkampanyekan supaya yang masuk itu justru bukan hanya orang sakit, karena ini kan gotong royong itu ya,” kata Andi.
Sebelumnya, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto menyebutkan, defisit anggaran BPJS pada 2015 mencapai Rp 10 triliun.