Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkap Irman Tanpa Surat Perintah, Menurut Penyidik KPK Tak Ada Prosedur yang Salah

Kompas.com - 28/10/2016, 18:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik yang dipekerjakan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Ardian, dihadirkan sebagai saksi fakta dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Ketua DPD RI Irman Gusman.

Ia membenarkan bahwa tak ada surat penangkapan atas nama Irman saat dilakukan tangkap tangan pada 17 September 2016 dini hari.

Hal tersebut lantaran sejak awal yang diincar oleh KPK adalah Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi.

"Dalam surat perintah penyelidikan sudah ada nama M dan X. Dalam perjalanan proses penyelidikan, muncul komunikasi antara X dengan seseorang," kata Ardian, saat bersaksi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/10/2016).

Namun, penyelidikan berkembang dan menyasar Irman karena ditemukan adanya komunikasi yang masuk ke Xaveriandy dan Memi dari seseorang pada 16 September 2016.

Belakangan diketahui orang tersebut adalah Irman.

Kemudian, tim penyelidik bergerak ke rumah Irman untuk melakukan tangkap tangan.

Dari komunikasi yang disadap penyelidik, diketahui akan terjadi transaksi di tempat tersebut.

"Yang paling krusial komunikasi tanggal 16 ini. Dengan dasar itu kami koordinasi sampai tertangkap tangan," kata Ardian.

Dengan adanya perkembangan informasi itu, maka tak ada surat penangkapan untuk Irman.

Namun, menurut Ardian, hal tersebut tak menyalahi aturan. Menurut dia, momentum tangkap tangan akan buyar jika surat penangkapan menjadi suatu kendala di lapangan.

"Begitu lihat indikasi suap, kami keluarkan surat perintah. Kalau balik lagi buat bikin surat penangkapan, ya tidak dapat tersangkanya," kata Ardian.

Pernyataan Ardian diperkuat dengan Pasal 1 butir 19 KUHAP. Pasal tersebut berbunyi: "Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu".

Dalam pasal itu tidak disebutkan adanya keharusan untuk membuat surat penangkapan karena sifatnya yang spontan.

Tindakan dilakukan dengan mengacu pada barang bukti yang ada di lokasi kejadian.

KPK menangkap Irman, Xaveriandy, dan Memi di kediaman Irman pada 17 September, dini hari.

Dari lokasi tangkap tangan, KPK mengamankan uang Rp 100 juta yang diduga pemberian dari Sutanto kepada Irman.

Uang itu diduga diberikan Xaveriandy dan Memi terkait pemberian rekomendasi kepada Bulog oleh Irman, sebagaimana dijanjikan sebelumnya.

Tujuannya, agar Bulog memberikan tambahan jatah distribusi gula untuk Sumatera Barat.

Kompas TV Irman Gusman Kembali Jalani Pemeriksaan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com