JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik yang dipekerjakan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Ardian, dihadirkan sebagai saksi fakta dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Ketua DPD RI Irman Gusman.
Ia membenarkan bahwa tak ada surat penangkapan atas nama Irman saat dilakukan tangkap tangan pada 17 September 2016 dini hari.
Hal tersebut lantaran sejak awal yang diincar oleh KPK adalah Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi.
"Dalam surat perintah penyelidikan sudah ada nama M dan X. Dalam perjalanan proses penyelidikan, muncul komunikasi antara X dengan seseorang," kata Ardian, saat bersaksi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/10/2016).
Namun, penyelidikan berkembang dan menyasar Irman karena ditemukan adanya komunikasi yang masuk ke Xaveriandy dan Memi dari seseorang pada 16 September 2016.
Belakangan diketahui orang tersebut adalah Irman.
Kemudian, tim penyelidik bergerak ke rumah Irman untuk melakukan tangkap tangan.
Dari komunikasi yang disadap penyelidik, diketahui akan terjadi transaksi di tempat tersebut.
"Yang paling krusial komunikasi tanggal 16 ini. Dengan dasar itu kami koordinasi sampai tertangkap tangan," kata Ardian.
Dengan adanya perkembangan informasi itu, maka tak ada surat penangkapan untuk Irman.
Namun, menurut Ardian, hal tersebut tak menyalahi aturan. Menurut dia, momentum tangkap tangan akan buyar jika surat penangkapan menjadi suatu kendala di lapangan.
"Begitu lihat indikasi suap, kami keluarkan surat perintah. Kalau balik lagi buat bikin surat penangkapan, ya tidak dapat tersangkanya," kata Ardian.
Pernyataan Ardian diperkuat dengan Pasal 1 butir 19 KUHAP. Pasal tersebut berbunyi: "Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu".
Dalam pasal itu tidak disebutkan adanya keharusan untuk membuat surat penangkapan karena sifatnya yang spontan.
Tindakan dilakukan dengan mengacu pada barang bukti yang ada di lokasi kejadian.
KPK menangkap Irman, Xaveriandy, dan Memi di kediaman Irman pada 17 September, dini hari.
Dari lokasi tangkap tangan, KPK mengamankan uang Rp 100 juta yang diduga pemberian dari Sutanto kepada Irman.
Uang itu diduga diberikan Xaveriandy dan Memi terkait pemberian rekomendasi kepada Bulog oleh Irman, sebagaimana dijanjikan sebelumnya.
Tujuannya, agar Bulog memberikan tambahan jatah distribusi gula untuk Sumatera Barat.