Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkumham: Usulan Proporsional Tertutup Tak Melanggar Putusan MK

Kompas.com - 27/10/2016, 21:48 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan usulan pemerintah dalam draf Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu terkait sistem proporsional tertutup dalam pemilu legislatif 2019, tak melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Usulan proporsional tertutup tercantum dalam pasal 401 yang menyatakan lolosnya calon anggota legislatif ke parlemen didasarkan pada nomor urut.

"Bukan, yang dimaksud MK bukan mewajibkan untuk proporsional terbuka. Kalau tertutup atau terbuka murni itu, itu open legal policy yang kewenangannya dimiliki oleh pemerintah dan DPR sebagai penyusun undang-undang, itu pilihan saja kita mau pakai terbuka atau tertutup," kata Yasonna saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/10/2016).

Ia menambahkan dalam amar putusan MK tahun 2008 yang menyatakan pemenang didasarkan suara terbanyak, tidak serta merta menjadikan pemilu legislatif harus selalu menggunakan sistem proporsional terbuka.

Sebab, kata Yasonna, putusan MK tersebut, didasarkan pada pembatalan Pasal 214 Butir c.d.e UU No 10 Tahun 2008.

Pasal tersebut menyatakan caleg terpilih ditetapkan berdasar urutan suara terbanyak di antara para caleg yang mendapat dukungan suara minimal 30 persen dari Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).

Namun bagi mereka yang tak mencapai 30 persen BPP tetap bisa lolos berdasarkan nomor urut.

Menurut Yasonna, MK hanya membatalkan ketentuan calon yang bisa tetap lolos meski tak mencapai 30 persen BPP. Karena hal itu tidak adil terhadap para caleg maupun terhadap para pemilih.

Semisal, ada seorang calon yang mendapat nomor urut 1 dan 3. Calon dengan nomor urut 1 memperoleh 1.300 suara dari BPP sebanyak 10.000 suara.

Sedangkan calon dengan nomor urut 3 ternyata mendapatkan 2.000 suara. Keduanya tak mencapai 30 persen BPP.

Situasi itu, bila mengacu pada Pasal 214 butir e Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008, yang berhak lolos adalah calon dengan nomor urut 1 meski calon nomor dua perolehan suaranya lebih banyak.

(Baca: Sekjen Gerindra Imbau Pemerintah Patuhi Putusan MK Terkait Sistem Pemilu Legislatif)

Karena penentuan lolosnya calon yang tak mencapai suara minimal 30 persen dari BPP ditentukan berdasarkan nomor urut.

"Jadi yang dibatalkan MK bukan sistem proporsional tertutup, tapi aturan lolos berdasarkan nomor urut jika tidak mampu mencapai 30 persen BPP itu, yang lantas diubah berdasarkan suara terbanyak, harus dibaca dengan baik itu putusan MK," lanjut Yasonna.

ebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan, sebaiknya pemerintah mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan lolosnya calon anggota legislatif didasarkan pada suara terbanyak.

(Baca: PAN Anggap Sistem Proporsional Terbuka Lebih Adil)

"Ini buat awalan ya meski kami belum menentukan sikap resmi, apa usulan pemerintah itu tidak bertentangan dengan putusan MK dan juga rawan digugat oleh orang yang merasa dirugikan dengan usulan tersebut," kata Muzani saat dihubungiKompas.com, Senin (24/10/2016).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com