BOGOR, KOMPAS.com - Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono merasa pemberitaan terkait dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib di media massa bergeser dari substansinya.
"Saya mengikuti pemberitaan media massa, utamanya dua minggu terakhir ini, termasuk perbincangan publik. Saya dengarkan dengan seksama, saya baca dengan baik," ujar SBY di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Selasa (25/10/2016).
"Sebagian perbincangan, tanggapan dan komentar itu kontekstual. Memang itulah kalau kita bicara tentang TPF Munir, temuannya dan rekomendasinya. Tetapi saya amati terus terang ada yang bergeser. Yang tadinya legal isu, menjadi bernuansa politik," lanjut dia.
(baca: Kata SBY, Selalu Ada Pintu untuk Mencari Kebenaran Sejati Kasus Munir)
Meski demikian, SBY mengaku bukan orang baru dalam dunia politik. Menurut dia, hal semacam itu adalah hal yang biasa.
Oleh sebab itu, SBY muncul ke publik dan menjelaskan apa yang dilakukan selama pemerintahannya untuk menyelesaikan perkara pembunuhan Munir melalui temuan dan rekomendasi TPF.
(baca: Polemik Keberadaan Dokumen TPF Munir, Perkara Mudah yang Dibuat Susah?)
SBY merasa bertanggungjawab penuh terhadap tindaklanjut temuan dan rekomendasi TPF Munir.
"Saya pun sekarang sebagai mantan Presiden, bertanggungjawab atas apa yang kami lakukan dulu dalam menegakkan hukum kasus meninggalnya Munir dan lebih khusus di dalam merespons dan menindaklanjuti temuan serta rekomendasi TPF Munir," ujar SBY.
Ia memastikan, yang dilakukan pemerintahannya dahulu merupakan tindakan yang serius dan sungguh-sungguh dalam mengungkap perkara itu. Utamanya adalah dalam konteks penegakkan hukum perkara itu.
"Tentu yang kami lakukan dulu adalah sesuai dengan batas-batas kewenangan seorang pejabat eksekutif, termasuk kewenangan yang dimiliki oleh para penyelidik, penyidik dan penuntut dalam arti kewenangan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," ujar SBY.