JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, Usman Hamid, mengakui masih memegang salinan dokumen hasil penyelidikan kematian Munir.
Begitu juga dengan anggota TPF yang lain. Ia memastikan, seluruh mantan angggota TPF siap memberikan apabila pemerintah meminta salinan dokumen tersebut.
"Kalau mau minta ke mantan anggota TPF, pemerintah bisa mengundang, apa salahnya sih Mensesneg (Pratikno) mengundang," kata Usman saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/10/2016).
Apalagi, lanjut Usman, saat ini cukup banyak mantan anggota TPF yang merupakan bagian dari pemerintah.
(baca: Mantan Anggota TPF Kasus Munir Puji Jokowi dan Kritik Pratikno)
Misalnya, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Nazaruddin Bunas di Kementerian Hukum dan HAM dan Abdul Kadir Jaelani, Konsul Jenderal Republik Indonesia di New York.
"Enggak usah TPF dari unsur masyarakat, undang saja TPF yang sekarang ini di pemerintahan," kata dia.
Kendati demikian, Usman tetap meminta agar pemerintah berusaha mencari dokumen asli yang diserahkan TPF ke Susilo Bambang Yudhoyono ketika menjabat Presiden pada 2005.
Dengan begitu, penuntasan kasus pembunuhan Munir bisa diselesaikan dengan jalur yang lebih resmi dan formal.
"Karena kan TPF saat ini sudah bubar. TPF itu lembaga adhoc yang bekerja tiga bulan lalu diperpanjang tiga bulan. Sekarang tidak ada TPF itu," kata dia.
Sebelumnya, Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, pemerintah tidak perlu pusing untuk mencari dokumen hasil kerja TPF.
(baca: Yusril: TPF Kirim Ulang Dokumen Kasus Munir, Jokowi Umumkan, Selesai Masalah)
Sebab, ia meyakini TPF masih mempunyai salinan arsip dokumen tersebut. Salinan itu tinggal dikirimkan ke Presiden.
"Sebenarnya simpel masalah ini, dikirimkan saja dokumennya ke Jokowi, dan Jokowi yang bertugas mengumumkan," kata Yusril saat dihubungi Kompas.com.
(baca: Yusril: Laporan TPF Kasus Munir Diserahkan Langsung ke SBY)
Yusril mengatakan, pada 2005 silam, TPF menyerahkan langsung hasil kerjanya ke SBY.
SBY tidak mengumumkan dokumen tersebut hingga akhir masa jabatannya. Tidak ada juga perintah dari SBY kepada Yusril agar Sekretariat Negara mengarsipkan dokumen tersebut.
Dengan begitu, wajar jika saat ini dokumen itu tidak ada si Sekretariat Negara.
"TPF tulis surat saja ke Jokowi ini ada dokumen yang sudah dikirimkan tapi pemerintah belum mengumumkan. Jadi mohon bapak mengumumkan, kan selesai masalahnya. Bukan kalang kabut cari arsip," ucap dia.
(baca: Mabes Polri Telusuri Keberadaan Dokumen Laporan TPF Kasus Munir)
Yusril menegaskan bahwa tanggung jawab untuk mengumumkan dokumen tersebut saat ini ada di pemerintahan Jokowi. Ia menilai, SBY atau pun pejabat di masa SBY tidak perlu lagi ikut dalam masalah ini.
"Saya heran juga, tiap hari saya ditanya soal ini, padahal menseng yang sekarang ini enggak pernah ditanya," ucap Yusril.
Aktivis HAM sekaligus pendiri KontraS dan Imparsial, Munir (39 thn) meninggal di atas pesawat Garuda Indonesia dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana pada 7 September 2004 lalu.
Pada 11 November 2004, pihak keluarga mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.