JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hapus Hukuman Mati (Koalisi HATI) mendesak pemerintah menghapus aturan hukuman mati dalam draf revisi rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Hukuman eksekusi mati tercantum dalam pasal 66 dan 67 di RUU KUHP.
"Kami mendesak pemerintah Jokowi-JK untuk menggapai ketentuan pidana hukum mati dalam rancangan KUHP," kata pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana di kantor LBH, Jakarta, Minggu (9/10/2016).
Arief menuturkan, dalam pelaksanaan eksekusi mati, ada indikasi kesalahan penghukuman terhadap terpidana.
Pemerintah, kata dia, seolah menutup mata terhadap mafia peradilan, kriminalisasi, korupsi, dan rekayasa kasus dalam proses penegakan hukum.
Arief menyebutkan, dalam kondisi seperti itu, penetapan hukuman mati sangat berbahaya dan rentan terhadap kesalahan dalam menghukum terpidana.
"Bila terpidana mati telah dieksekusi, maka tidak mungkin untuk melakukan upaya koreksi atas kesalahan penghukuman," ucap Arief.
Menurut Arief, pemerintah tidak mendengarkan berbagai kritik yang datang dari masyarakat maupun dari dunia internasional.
Saat ini, kata Arief, dua per tiga negara di dunia menghapus hukuman mati. Indonesia, termasuk dalam 58 negara yang masih mempraktikkan hukuman tersebut.
Koalisi HATI terdiri dari Imparsial, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), LBH Masyrakat, LBH Jakarta, LBH Pers, dan Human Rights Working Group (HRGW).
Selain itu, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), Indonesian Legal Roundtable (ILR), International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), Migrant Care, Institute for Criminal Justice Reform ( ICJR), dan Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.