JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Maqdir Ismail mempertanyakan keabsahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang terjerat tindak pidana untuk melakukan penyidikan.
Ia mencontohkan Novel Baswedan, yang mengepalai tim penyidik yang menangani kasus kliennya.
Hal itu ditanyakannya kepada ahli dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Nur Alam, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (7/10/2016).
"Dalam menyelidik dan menyidik, apakah diizinkan penyidik yang terkena satu perkara untuk melakukan penyidikan?" tanya Maqdir.
Ahli yang dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang itu adalah Widyaiswara Badan Diklat Kejaksaan dan KPK, Adnan Pasyladja.
Adnan mengatakan, mengenai hal yang ditanyakan Maqdir tidak diatur undang-undang apakah yang bersangkutan berwenang melakukan proses hukum atau tidak.
"Tapi itu kewenangan pimpinan. Bisa saja dilakukan (penyidikan) sepanjang ditetapkan pimpinan tidak ada pencabutan sebagai penyidik," jawab Adnan.
Mendengar jawaban Adnan, Maqdir kembali menanyakan apakah penyidik yang statusnya tersangka tetap bisa melakukan penyidikan.
Menurut Adnan, hal tersebut sah-sah saja karena tidak dibatasi oleh undang-undang.
"Kalau jadi tersangka, selama tidak dipenjara, masih bisa melakukan penyidikan," kata Adnan.
Kejaksaan Agung sebelumnya memutuskan untuk menghentikan penyidikan dugaan penganiayaan oleh Novel.
Namun, keputusan itu digugat oleh korban Novel yang kemudian dinyatakan menang.
Hingga kini, Kejagung belum mengambil sikap soal keputusan praperadilan itu.
Maqdir menganggap status hukum Novel masih menggantung.
"Novel tidak berwenang lakukan penyelidikan apalagi memimpin penyidikan harus dibatalkan demi hukum dan tidak sah," kata Maqdir.
Menanggapi keberatan tersebut, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menegaskan bahwa proses penyelidikan hingga penyidikan sudah dilakukan sesuai prosedur yang benar.
"Yang bersangkutan kan diberikan tugas. Tentu tugasnya bisa penyelidikan dan penyidikan. Apa yang dia lakukan atas sepengetahuan dan perintah Direktur Penyidikan," kata Setiadi.
Dalam kasus ini, Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenang karena menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk PT Anugrah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Selain itu, ia juga menerbitkan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada perusahaan yang sama.
Nur Alam diduga mendapatkan kick back dari pemberian izin tambang tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.