Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut KPK, Kerugian Lingkungan dalam Kasus Nur Alam Senilai Rp 3 Triliun

Kompas.com - 05/10/2016, 15:22 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi Setiadi mengatakan, hingga saat ini KPK masih menghitung angka potensi kerugian dalam kasus yang menjerat Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Selain berpotensi menyebabkan kerugian negara, KPK juga menggandeng ahli dari Institut Pertanian Bogor untuk menghitung nilai kerugian lingkungan akibat izin usaha pertambangan yang dikeluarkan Nur Alam.

"Hasil penghitungan ahli IPB mempertimbangkan dampak lingkungan hidup, kerugian sementaranya Rp 3.359.192.670.950," ujar Setiadi, dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Nur Alam, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2016).

Penghitungan kerugian lingkungan itu menjadi salah satu alat bukti bahwa keputusan Nur Alam mengeluarkan IUP untuk PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) menyebabkan kerugian materil.

(Baca: Nur Alam Anggap Penyelidik dan Penyidik Ilegal, Ini Jawaban KPK)

Pengacara Nur Alam, Maqdir Ismail mempersoalkan penetapan tersangka kliennya tanpa disertai penghitungan kerugian negara.

Menurut Setiadi, penghitungan kerugian negara tak perlu dihitung pada tingkat penyelidikan selama bukti-bukti yang ada mengarah terjadinya potensi kerugian negara.

"Timbulnya akibat korupsi berupa kerugian negara tidak harus nyata terjadi. Tapi dibuktikan dengan potensi terjadinya kerugian negara yang terpenuhi dalam penyidikan," kata dia.

Mengenai lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara, KPK tak terbatas pada Badan Pemeriksa Keuangan.

Selama ini, KPK banyak menggunakan jasa audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Kedua lembaga tersebut, kata Setiadi, sama-sama berwenang melakukan audit dan penghitungan kerugian negara sesuai undang-undang.

"Potensi kerugian negara akan dilengkapi agar penghitungan kerugian negara komperhensif didasarkan bukti-bukti," ujar Setiadi.

Meski belum selesai dihitung, Setiadi menegaskan bahwa tindakan Nur Alam yang mengeluarkan IUP di Sultra berpotensi menyebabkan kerugian negara.

"Potensi kerugian negaranya ada, potensi kerugian lingkungan juga ada. Kerugian negara pun nanti ada, tapi itu belum fix," kata Setiadi.

Dalam kasus ini, Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenang karena menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

Selain itu, ia juga menerbitkan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Nur Alam diduga mendapatkan kick back dari pemberian izin tambang tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahli Yakin Tol MBZ Tak Akan Roboh Meski Kualitas Materialnya Dikurangi

Ahli Yakin Tol MBZ Tak Akan Roboh Meski Kualitas Materialnya Dikurangi

Nasional
Tol MBZ Diyakini Aman Dilintasi Meski Spek Material Dipangkas

Tol MBZ Diyakini Aman Dilintasi Meski Spek Material Dipangkas

Nasional
Jet Tempur F-16 Kedelepan TNI AU Selesai Dimodernisasi, Langsung Perkuat Lanud Iswahjudi

Jet Tempur F-16 Kedelepan TNI AU Selesai Dimodernisasi, Langsung Perkuat Lanud Iswahjudi

Nasional
Kemensos Siapkan Bansos Adaptif untuk Korban Bencana Banjir di Sumbar

Kemensos Siapkan Bansos Adaptif untuk Korban Bencana Banjir di Sumbar

Nasional
Ahli Sebut Proyek Tol MBZ Janggal, Beton Diganti Baja Tanpa Pertimbangan

Ahli Sebut Proyek Tol MBZ Janggal, Beton Diganti Baja Tanpa Pertimbangan

Nasional
Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

Nasional
Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Nasional
Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Nasional
PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

Nasional
Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com