JAKARTA,KOMPAS.com - Anggota Divisi Korupsi Politik di Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, menyesali langkah sejumlah anggota DPD yang menjamin Irman Gusman untuk mendapatkan penangguhan penahanan.
"Saya melihat ini blunder. Karena seharusnya masalah hukum itu jangan ditarik seperti masalah institusi," ujar Donal saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/9/2016).
Apalagi, Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad telah menyatakan di media massa bahwa kasus yang menjerat Irman sama sekali tidak berkaitan dengan wewenang DPD RI, melainkan tanggung jawab Irman sendiri.
"Ini akan kontraproduktif dengan apa yang dikatakan oleh Farouk bahwa persoalan ini bukan institusi, melainkan persoalan hukum pribadi," ujar Donal.
Donal juga yakin jika anggota DPD masih terus melanjutkan untuk menjamin Irman agar tidak ditahan penyidik KPK, citra DPD RI di mata publik akan tercoreng.
"Jika diteruskan, hancur sudah DPD," ujar Donal.
Pengacara Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, Tommy Singh, meminta komisi Pemberantasan Korupsi menangguhkan penahanan kliennya.
Sejumlah anggota DPD, kata Tommy, menjamin bahwa Irman tak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
"Kami akan ajukan penangguhan penahanan. Beberapa anggota DPD RI bersedia menjadi penjamin," kata Tommy Singh di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
Tommy enggan membeberkan nama-nama anggota DPD yang setuju menjadi jaminan bagi Irman Gusman.
(Baca: Pengacara Minta Penahanan Irman Ditangguhkan, Anggota DPD Jadi Jaminan)
Irman ditetapkan sebagai tersangka atas kasus menerima suap sebagai hadiah atas pemberian rekomendasi yang disampaikan lisan kepada Bulog.
Dalam jumpa pers di Gedung KPK, Sabtu (17/9/2016), Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, uang sebesar Rp 100 juta yang diberikan oleh Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto kepada Irman, terkait pemberian rekomendasi kepada Bulog.
Tujuannya, agar Bulog memberikan jatah impor gula kepada CV Semesta Berjaya di Sumatera Barat. Selain Irman, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Sutanto, Memi (istri Sutanto), dan Farizal, seorang jaksa yang diduga menerima suap dari Sutanto.