Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketum PPP Sebut jika Parpol Baru Usung Capres Bisa Jadi Bencana Konstitusional

Kompas.com - 16/09/2016, 08:58 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan M Rommahurmuziy menuturkan, pihaknya mendukung usulan agar hasil Pileg 2014 menjadi dasar bagi parpol untuk mengusung calon presiden saat Pemilu 2019.

Menurut dia, parpol yang berkontestasi di Pileg 2014 memiliki basis pendukung yang jelas.

“Tidak mungkin kita memberikan hak kepada parpol yang belum memiliki dukungan yang secara yuridis bisa dipertanggungjawabkan secara konstitusi di Indoneisa, untuk mengusung calon. Jadi yang masuk akal adalah parpol yang sudah pernah menjadi peserta pemilu,” kata Rommy di Jakarta, Kamis (15/9/2016).

Usulan yang sebelumnya disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo itu sebenarnya sudah memiliki yurisprudensi yang jelas, yaitu penyelenggaraan pemilhan kepala daerah.

Dalam rezim pilkada, partai politik baru tidak bisa secara langsung mengusung calon kepala daerah yang mereka inginkan.

Saat ini, kata Rommy, yang perlu dirumuskan apabila usulan tersebut diterapkan yaitu syarat dukungan seperti apakah yang dapat digunakan untuk mengusung calon presiden nantinya: berdasarkan perolehan kursi atau suara.

“Dan sesuai putusan MK, pileg itu berjalan serentak dengan pilpres, maka harus ada dua yang diatur, siapa parpol yang berhak mengusung; kedua, apakah ada threshold atau tidak,” ujarnya.

Lebih jauh, ia mengatakan, jika memaksakan kehendak agar parpol baru dapat mengusung capres mereka sendiri, dikhawatirkan justru menimbulkan bencana konstitusional.

“Karena kalau partai tersebut tidak memiliki dukungan di pemilu, sedangkan bakal calon presidennnya memiliki dukungan, ini akan menimbulkan contradictio in terminis,” tandasnya.

Sebelumnya, pemerintah mengusulkan hasil Pemilihan Legislatif 2014 digunakan untuk mengusung calon presiden pada Pemilihan Presiden 2019. Hasil Pileg 2014 digunakan karena pada 2019, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dengan demikian, hasil Pileg 2019 tidak bisa digunakan untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

(Baca: Partai Baru Terancam Tak Bisa Usung Capres pada Pilpres 2019)

Terkait angkanya, lanjut Tjahjo, tetap berpegang pada Undang-Undang Pemilihan Presiden yang lama. UU Nomor 42 Tahun 2008 mengatur, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Tjahjo mengatakan, aturan mengenai hal ini akan dirumuskan dalam draf revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah dan akan segera diserahkan ke DPR untuk pembahasan lebih lanjut.

Kompas TV Tiga Daerah Ini Rawan Pelanggaran UU Pilkada

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com