JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengkritisi langkah pemerintah yang mengusulkan agar hasil pemilihan legislatif 2014 menjadi dasar untuk mengusung capres dalam pemilu 2019.
Ia mensinyalir usulan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Pemilu ini tidak terlepas dari kepentingan sejumlah parpol besar, khususnya yang memiliki suara relatif besar di pemilu 2014 lalu.
"Saya kira ini permainan partai-partai besar tertentu yang ingin menutup kemungkinan adanya partai baru. Ini membunuh hak konstitusional partai baru yang baru lolos," kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/9/2016).
Zainal mengatakan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 jelas disebutkan bahwa calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik peserta pemilu.
Tak ada satu pun pasal yang mengatur mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
"Ini jadi menelikung hak parpol yang ada di UUD 1945," ucap Zainal.
(Baca: Gugatan UU Pilpres Dikabulkan, Pemilu Serentak 2019)
Menurut Zainal, pemerintah harusnya menghapus ketentuan mengenai ambang batas dalam RUU Pemilu yang baru.
Apalagi, mulai 2019, pemilu legislatif dan presiden akan dilakukan secara serentak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
Bukan justru memaksakan menggunakan hasil pemilu 2014 sebagai syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
"Ini aturan yang dibuat berbau anyir. Enggak sedap lah baunya. Kelihatan benar tidak untuk menegakkan konstitusi dan sistem presidensial yang baik. Tapi hanya untuk kepentingan parpol," ucap Direktur Pusat Anti Korupsi UGM ini.
Sementara, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia Effendi Ghazali menilai, yang paling diuntungkan apabila aturan tersebut diberlakukan adalah parpol.
Parpol jadi punya kuasa lebih untuk mengusung capres sehingga praktik tawar menawar rentan terjadi.
Ia menilai dimunculkannya ambang batas ini bertentangan dengan putusan MK terhadap uji materi Undang-Undang nomor 42 tahun 2008 yang diajukan olehnya.
(Baca: Munculkan Ambang Batas Pilpres 2019, Pemerintah Dinilai Bawa Kepentingan Parpol)