Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah dan Partai Besar Dinilai Bersekongkol 'Bunuh' Partai Baru

Kompas.com - 15/09/2016, 08:59 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengkritisi langkah pemerintah yang mengusulkan agar hasil pemilihan legislatif 2014 menjadi dasar untuk mengusung capres dalam pemilu 2019.

Ia mensinyalir usulan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Pemilu ini tidak terlepas dari kepentingan sejumlah parpol besar, khususnya yang memiliki suara relatif besar di pemilu 2014 lalu.

"Saya kira ini permainan partai-partai besar tertentu yang ingin menutup kemungkinan adanya partai baru. Ini membunuh hak konstitusional partai baru yang baru lolos," kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/9/2016).

Zainal mengatakan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 jelas disebutkan bahwa calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik peserta pemilu.

Tak ada satu pun pasal yang mengatur mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

"Ini jadi menelikung hak parpol yang ada di UUD 1945," ucap Zainal.

(Baca: Gugatan UU Pilpres Dikabulkan, Pemilu Serentak 2019)

Menurut Zainal, pemerintah harusnya menghapus ketentuan mengenai ambang batas dalam RUU Pemilu yang baru.

Apalagi, mulai 2019, pemilu legislatif dan presiden akan dilakukan secara serentak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.

Bukan justru memaksakan menggunakan hasil pemilu 2014 sebagai syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Ini aturan yang dibuat berbau anyir. Enggak sedap lah baunya. Kelihatan benar tidak untuk menegakkan konstitusi dan sistem presidensial yang baik. Tapi hanya untuk kepentingan parpol," ucap Direktur Pusat Anti Korupsi UGM ini.

Sementara, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia Effendi Ghazali menilai, yang paling diuntungkan apabila aturan tersebut diberlakukan adalah parpol.

Parpol jadi punya kuasa lebih untuk mengusung capres sehingga praktik tawar menawar rentan terjadi.

Ia menilai dimunculkannya ambang batas ini bertentangan dengan putusan MK terhadap uji materi Undang-Undang nomor 42 tahun 2008 yang diajukan olehnya.

(Baca: Munculkan Ambang Batas Pilpres 2019, Pemerintah Dinilai Bawa Kepentingan Parpol)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com