JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Freddy Haris mengakui penggunaan diskresi dalam mengukuhkan status kewarganegaraan Indonesia untuk mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar.
Menurut Freddy, diskresi tersebut digunakan karena terdapat kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
"Ya memang ini diskresi, UU Kewarganegaraan kita masih memiliki kelemahan," ujar Freddy, saat diskusi 'Diseminasi Izin Tinggal dan Status Keimigrasian Tahun 2016', di Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Freddy menjelaskan, kelemahan tersebut karena Arcandra telah kehilangan status WNI setelah menjadi warga negara asing.
Arcandra tak bisa kembali menjadi WNI karena tak memenuhi persyaratan jika mengacu pada UU Kewarganegaraan.
Hal ini membuat Arcandra menjadi seorang tanpa kewarganegaraan (stateless).
Padahal, UU Kewarganegaraan tidak membolehkan adanya seorang tanpa kewarganegaraan.
"Artinya di sini kan ada kekosongan dalam UU. Prinsip stateless tapi kan ada, maka itu yang kami gunakan," kata Freddy.
Freddy mengatakan, Ditjen AHU akan menerapkan diskresi ini bukan hanya untuk Arcandra.
Perlakuan sama akan diberikan kepada warga negara yang ingin kembali menjadi WNI.
"Jadi kami memberi keistimewaan kalau mereka ingin menjadi WNI kembali akan kita proses," ujar Freddy.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun juga berpendapat, diperlukan diskresi presiden untuk memulihkan status kewarganegaraan Indonesia Arcandra.
"Kita harus menghargai kepulangannya ke Indonesia. Karena itu, pemulihan kewarganegaraan jalan yang baik, dengan catatan proses di Amerika Serikat harus sudah selesai, dan butuh diskresi presiden," kata Refly kepada wartawan di Jakarta, Jumat (26/8/2016).