JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Dede Yusuf berharap Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak lagi "malu-malu" dalam mengawasi peredaran obat di Indonesia.
"Kami sering mendengar masukan dari masyarakat, BPOM kalau melakukan sidak itu menjelang lebaran dan natalan saja, dan ini sudah terbaca oleh para pelaku," kata Dede.
Dede mengutarakan itu dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (10/9/2016).
Meski demikian, Dede memaklumi kondisi itu. Sebab, menurut dia kondisi tersebut akibat terbatasnya anggaran BPOM dalam mengawasi peredaran obat.
Selain itu, lanjut dia, BPOM lebih berfokus pada Balai POM.
"BPOM lebih konsen pada balai-balainya, di mana di situ ada uji lab, memang labnya terbaik tapi SDM-nya kurang," ucap Dede.
Menurut Dede, kekurangan sumber daya manusia di BPOM dapat berakibat pada pengawasan obat di Indonesia.
Pasalnya, 80 persen staf BPOM terdiri dari perempuan. "Bukan bermaksud jender, tapi ketika berhadapan dengan mafia obat pemalsuan tentu kita butuh orang yang agak keras," cetusnya.
"Tapi ternyata (Ketua BPOM) Penny lebih galak dari Jenderal," ujar Dede lagi.
Dede menyarankan agar satgas yang terbentuk setelah adanya kasus peredaran vaksin palsu dapat terus dijalankan.
Satgas yang terdiri dari BPOM, Kementerian Kesehatan, dan Polri akan memperbesar ruang lingkup pengawasan peredaran obat di Indonesia.
Sebelumnya, Bareskrim Polri bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan menggerebek lima gudang produksi obat palsu di Balaraja, Banten.
Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Antam Novambar mengatakan, di gudang tersebut ditemukan berbagai mesin untuk memproduksi obat.
"Bermula dari temuan kecil, informasi kecil, dikembangkan sehingga kami dapat langsung 42 juta butir," ujar Antam, Selasa lalu.
Tak hanya memproduksi, pabrik tersebut juga mengedarkan obat-obatan secara ilegal. Peredarannya mayoritas di Kalimantan Selatan.
Antam mengatakan, penyelidikan soal produksi dan peredaran obat palsu dimulai delapan bulan lalu.
Banyak pelaku tindak pidana yang mengaku menggunakan obat-obatan palsu tersebut sebelum melakukan kejahatan.
"Banyak kejadian di Kalimantan, banyak yang minum ini kemudian melalukan tindak pidana," kata Antam.
Dalam jumpa pers tersebut, Ketua BPOM Penny Lukito mengatakan, obat yang dipalsukan rata-rata merupakan obat pereda sakit.
Dari kelima pabrik itu, disita sebanyak 42.480.000 butir obat-obatan dari berbagai merek.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.