JAKARTA, KOMPAS.com - DPP PDI Perjuangan akan berupaya mempertemukan 28 pimpinan kelompok penganut aliran kepercayaan dengan Presiden Joko Widodo.
PDI-P berharap para penganut aliran kepercayaan bisa menceritakan berbagai perlakukan diskriminatif yang selama ini mereka terima, dan Jokowi bisa segera mencari solusinya.
Hal itu disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang didampingi Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR Achmad Basarah, saat menerima rombongan penganut aliran kepercayaan di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
"Karena niat ketemu Presiden belum terlaksana, nanti kami akan bicara dengan Presiden supaya Ibu-Bapak sekalian bisa bertemu dan diterima oleh Presiden," kata Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulis, Kamis malam.
Sebanyak 28 pimpinan kelompok penganut kepercayaan hadir di Kantor DPP PDI-P ditemani oleh aktivis Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Nia Sjarifudin, dan mantan Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani.
Andy mengatakan, dalam kehidupan sehari-hari, para warga penganut kepercayaan masih didiskriminasi secara terbuka. Mulai dari kebebasan dalam melaksanakan ibadahnya, hingga hak administrasi kependudukan. Belum lagi bicara perda-perda yang dianggap diskriminatif.
"Masih ada dikotomi dan diskriminasi perlakuan antara agama dengan Penganut Kepercayaan. Harapan kami, PDI-P bisa menjadi lokomotif yang merangkul semua pihak, mendorong Pemerintah Pusat sebagai kunci perubahan," kata Andy.
Para pimpinan kelompok penganut kepercayaan itu pun menceritakan berbagai diskriminasi dan perlakuan tak adil yang mereka rasakan.
Misalnya, Komunitas Sunda Wiwitan yang secara terbuka didiskriminasi oleh Birokrasi Pemerintahan di Kuningan, Jawa Barat, demi menjaga kondusivitas wilayah itu.
Lalu, kasus siswa ZN di Semarang, Jawa Tengah, yang tak dibolehkan naik kelas karena kurikulum hanya memfasilitasi enam agama, bukan aliran kepercayaan.
Diskriminasi serupa juga disampaikan penganut Sapta Darma. Menanggapi hal tersebut, Hasto menegaskan bahwa Indonesia saat ini berpeluang besar menghentikan tindakan diskriminasi itu.
Apalagi Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan Keputusan Presiden tentang penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.
Hal itu berarti ada pengakuan terhadap pidato Bapak Bangsa Soekarno pada 1 Juni 1945 tentang Pancasila.
Dalam pidato itu, kata Hasto, ditelurkanlah prinsip ketuhanan yang berkebudayaan, di mana Indonesia dibangun untuk semua; bukan untuk orang per orang atau untuk perkelompok saja.
Negara juga wajib mengatasi perbedaan paham dan golongan. Karena itu, PDI-P akan memperjuangkan apa yang disampaikan dalam audiensi hari ini, melalui berbagai langkah strategi kebudayaan.
Carana, yakni melalui perjuangan politik lewat upaya revisi UU Administrasi Kependudukan, melalui dialog dan komunikasi politik untuk penyadaran, dan ujungnya perubahan regulasi.
"Kami akan cari ruang bersama sambil membangun kesadaran bersama untuk menghapus diskriminasi itu," kata Hasto.
(Baca juga: Penganut Kepercayaan Leluhur Dinilai Belum Menikmati Hak Konstitusional)
Secara internal, PDI-P juga akan membentuk Badan Kebudayaan Nasional sesuai amanat kongres terakhir partai berlambang banteng itu, yakni untuk menghidupkan tradisi bangsa sehingga menjadi bagian kekal kehidupan Indonesia sebagai sebuah bangsa.
"Kami tegaskan, ini tak hanya perjuangan politik, tapi juga perlu strategi kebudayaan. Tak begitu mudah dirumuskan dan mudah tercapai tujuannya," ucap Hasto.
"Tapi sepanjang kita bangun kesadaran dan bangun komunikasi dengan tokoh masyarakat, kami yakin akan selalu ada perbaikan," kata dia.
(Baca juga: Komnas Perempuan Sebut Pemeluk Agama Leluhur Rentan Kekerasan dan Diskriminasi)
Adapun 28 pimpinan kelompok penganut Kepercayaan yang menyampaikan aspirasi kepada PDI-P yakni: Kaharingan, Dayak Maratus, Kabupaten Kandangan Kalimantan Selatan; Kaharingan, Dayak Maanyan, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah; Marapu, Kabupaten Sumba Barat, NTT; Jinitua, Kabupaten Sabu Raijua, NTT; Wetu Telu, Bayan, Lombok Utara, NTB; Sapto Darmo, Surabaya, Jatim; Penghayat Semarang, Jateng; Sunda Wiwitan Komunitas Cigugur, Kabupaten Kuningan.
Selain itu ada juga kelompok Sunda Wiwitan, Komunitas Cirendeu, Cimahi; Komunitas Agama Buhun Sunda Wiwitan, Kanekes-Baduy, Banten; dan Tolotang, Sidrap, Sulawesi Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.