Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Evan A. Laksmana
Peneliti

Peneliti kebijakan strategis and militer di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta. Kandidat doktor ilmu politik, Maxwell School of Citizenship and Public Affairs, Syracuse University, New York. Berkicau di @EvanLaksmana

Politik Sejarah Militer

Kompas.com - 04/08/2016, 20:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Persoalan sejarah peristiwa 1965 kembali menghangat pasca keluarnya keputusan International People's Tribunal (IPT) di bulan Juli kemarin bahwa negara bersalah atas kejahatan HAM berat.

Terlepas dari berbagai debat yang ada, dari persoalan rekonsiliasi hingga phobia anti-komunisme, sulit dibantah bahwa salah satu ujung pangkal persoalan terletak pada politisasi sejarah kita.

Menurut Katharine McGregor dalam History in Uniform: Military Ideology and the Construction of Indonesia's Past (2007), penulisan sejarah Indonesia dari jaman Sukarno hingga Suharto lebih diarahkan untuk membangun nasionalisme dan mendorong ideologi serta kepentingan politik rezim, bukan sebagai pembelajaran keilmuan sosial dan humaniora.

Masalahnya, sejarah politik Indonesia sejak tahun 1950-an sangat terkait dengan institusi militer. Artinya, jika ada politisasi sejarah politik oleh pemerintah atau elit penguasa, maka sejarah militer pun dapat ikut terpolitisasi (sebagaimana didokumentasikan McGregor).

Padahal, politisasi sejarah militer dapat berakibat negatif dalam jangka panjang bagi keberlangsungan dan efektifitas organisasi militer.

Pertama, sebagaimana dipaparkan berbagai sejarawan militer kawakan dalam Past as Prologue: The Importance of History to the Military Profession (2006), institusi militer pada umumnya harus belajar mendorong para perwiranya mengkaji sejarah secara sistematis dan jujur—betapa pun tidak nyamannya.

Hal ini karena proses pengkajian operasi militer, kekuatan musuh, dan lingkungan strategis, serta berbagai produk doktrin pertahanan, bergantung kepada kemampuan para perwira untuk belajar dari pengalaman masa lalu secara kritis.

Esensi profesionalisme militer dan persiapan menghadapi peperangan di masa depan pun ditentukan oleh seberapa luas cakrawala strategis perwira serta seberapa dalam dan jujur pemahaman mereka akan sejarah militer.

Oleh karena itu, sebaiknya penulisan dan pengkajian sejarah militer dilepaskan dari bumbu kepentingan dan ideologi politik elit penguasa. Semakin besar distorsi sejarah militer, semakin besar kemungkinan kegagalan memahami perubahan lingkungan strategis.

Kedua, berbagai studi menunjukkan bahwa politisasi sejarah militer di bawah Orde Baru, termasuk soal peristiwa 1965-66, adalah bagian dari strategi Presiden Soeharto dalam berbagai pertarungan politik yang terkadang menjadikan ABRI dahulu sebagai benteng rezim.

Padahal, sebagaimana digariskan Panglima Besar Sudirman, militer adalah milik nasional dan garis politik tentara adalah garis politik negara, bukan penguasa atau golongan.

Artinya, jika kita sepakat bahwa politisasi sejarah militer lebih banyak mudarat daripada manfaatnya, TNI kini jangan sampai terjebak dalam pertarungan elit politik yang menggunakan persoalan 1965 sebagai salah satu panggungnya.

Ariel Heryanto, misalnya, menarik paralel sejarah konflik elit dalam perdebatan seputar Simposum Nasional Tragedi 1965 bulan lalu dengan tahun 1988 saat ABRI menolak Soedharmono sebagai wakil presiden dengan menggunakan isu "bersih diri" atau "bersih lingkungan" (CNN Indonesia, 10/05/2016).

Selain itu, studi berbagai konflik dalam hubungan sipil-militer di era Orde Baru--mulai dari peristiwa Malari hingga penyerbuan kantor PDIP--mengajarkan bahwa politisasi sejarah dapat membuka kembali pintu masuknya konflik intra-militer di masa depan.

Padahal, di era reformasi dan demokrasi sejak 1998, TNI sudah bersusah payah untuk mengembalikan persatuan korps perwira dan kesatuan organisasionil. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com