Sementara itu, Peneliti Imparsial Evita Rose mengatakan, praktik hukuman mati rentan dilaksanakan lantaran tak jarang ditemukan fakta baru setelah hukuman dilakukan.
Dalam kasus Zulfiqar, misalnya, adanya pengakuan dari Gurdiph yang menyatakan ketiadaan peran Zulfiqar dalam kasus kepemilikan heroin merupakan buktinya.
"Karena itu kami meminta kepada Pak Jokowi atas nama kemanusiaan agar eksekusi Zulfiqar Ali dibatalkan saja, karena banyak unfair trial," ujar Evita.
(baca: Persiapan Eksekusi Rampung, Jaksa Agung Tinggal Tunggu PK Para Terpidana Mati)
Al Araf menambahkan, unfair trial tak hanya terjadi dalam kasus Zulfikar saja. Dalam kasus Zainal Abidin, terpidana mati kasus kepemilikan narkoba, berkas permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan Zainal rupanya terselip 10 tahun di PN Palembang sebelum sampai ke Mahkamah Agung tahun 2015.
"Pemerintah tidak boleh mengorbankan nyawa orang lain untuk mengharapkan efek jera yang belum tentu timbul atau dapat mencegah orang lain dari perbuatan jahat. Terlebih nyawa yang menjadi korban tersebut belum tentu bersalah atau dihasilkan dari proses hukum yang tidak adil," kata dia.
Kejaksaan Agung dalam waktu dekat akan kembali melaksanakan hukuman mati tahap tiga. Namun, hingga kini belum diketahui kapan dan siapa saja terpidana mati yang akan menjalani vonis tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.