Heroik menambahkan, dalam mendefinisikan penyederhanaan partai, perlu juga melihat indeks jumlah partai efektif di parlemen.
Dia melakukan simulasi Pemilu Legislatif 2014 dengan ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen, maka ada 10 partai yang lolos ke parlemen.
Namun, indeks jumlah partai efektifnya sebesar 8,2 persen. Artinya dari 10 partai, terdapat sekitar 8 partai yang secara efektif mampu memengaruhi keputusan di parlemen.
Sedangkan pada Pemilu Legislatif 1999 dengan penerapan ambang batas sebesar 2 persen, ada 19 partai yang lolos ke parlemen. Namun, indeks jumlah partai efektifnya justru rendah, yakni sebesar 4,7 persen.
Artinya dari 19 partai, terdapat sekitar 4 partai yang secara efektif mampu memengaruhi keputusan di parlemen.
"Nah, kalau konfigurasinya seperti itu otomatis partai yang tidak efektif akan ikut ke partai efektif yang pastinya punya jumlah kursi yang banyak di parlemen. Konfigurasi seperti ini akan memudahkan proses pengambilan keputusan di DPR," tutur Heroik.
"Dan justru itu substansi penyederhanaan partai, bukan mengurangi jumlahnya, tetapi mempermudah pengambilan keputusan di parlemen dengan menciptakan konfigurasi partai besar, menengah, dan kecil," sambung Heroik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.