Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Indonesia Merdeka sampai Santoso di Poso

Kompas.com - 24/07/2016, 15:02 WIB

Gerakan serupa muncul di Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar tahun 1950 yang akhirnya tertangkap dan dihukum mati tahun 1959.

Adapun di Aceh, Teungku Daud Beureueh menyatakan bergabung dengan DI-TII tahun 1953 dan diakhiri dengan Musyawarah Damai tahun 1962.

Salah satu pelaku Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, Kahar Muzakkar, yang tidak puas kepada pemerintah pusat, juga menyatakan bergabung dengan DI-TII tahun 1953 dan akhirnya tertangkap dan ditembak mati tahun 1965.

Kekerasan dan teror pun bisa diwariskan secara ideologis. Bonnie Triyana mengatakan, anggota kelompok teror dalam upaya pembunuhan Presiden Soekarno di Cikini, Jakarta, tahun 1957, merupakan kakek salah satu pelaku teror pengeboman di Bali pada dekade 2000-an.

Pertarungan ideologi

Titik balik terjadi pada peristiwa teror G30-S PKI 1965 dan kekerasan sesudahnya hingga 1970. Sesudah itu, kelompok kiri dan kanan relatif redup seiring lahirnya rezim Orde Baru yang represif.

Mantan Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Mayor Jenderal (Purn) Sudrajat, yang lama bertugas di Badan Intelijen Strategis (Bais), mengatakan, rangkaian teror dan terorisme modern di Indonesia merupakan dampak tidak selesainya pertarungan ideologi kiri dan kanan.

Yang paling mutakhir, tewasnya Santoso, pemimpin kelompok radikal Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dalam Operasi Tinombala Polri dan TNI di Poso, Sulawesi Tengah, diharapkan bisa mengakhiri radikalisme secara bertahap.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Suhardi Alius, yang dihubungi, menegaskan, terorisme harus ditangani bersama dan tidak bisa berbentuk proyek keamanan. Pendekatan dialogis juga dikedepankan.

"Jangan ada dikotomi TNI dan Polri dalam penanganan teroris. Semua instansi, tokoh lintas agama, para pemangku kepentingan, dan terutama masyarakat, terlibat. Ini persoalan bangsa Indonesia. Bukan satu atau dua lembaga," kata Suhardi. (Iwan Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com