Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim IPT Sebut Amerika, Inggris, dan Australia Terlibat Kejahatan Kemanusiaan 1965

Kompas.com - 20/07/2016, 19:02 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 merilis hasil temuan dan laporan final terkait kasus kejahatan kemanusiaan tahun 1965.

Dalam hasil temuan tersebut terungkap bahwa ada keterlibatan negara lain. Amerika, Inggris dan Australia atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan meskipun dengan derajat keterlibatan yang berbeda-beda.

Menurut Majelis Hakim, negara Amerika diketahui memberi dukungan cukup besar kepada militer Indonesia. Amerika mengetahui bahwa Pemerintah Indonesia saat itu akan melakukan sebuah pembunuhan massal.

Bukti paling jelas adalah adanya daftar nama pejabat Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dimiliki Amerika. Daftar tersebut berisi nama pejabat PKI akan ditangkap dan diduga akan dibantai.

(Baca: IPT Kasus 1965: Indonesia Bertanggung Jawab atas Beberapa Kejahatan Kemanusiaan)

"Dengan demikian, tindakan kejahatan atas dugaan keterlibatan negara-negara lain dalam kejahatan bisa dijustifikasi," kata Majelis Hakim seperti dikutip dari laman www.tribunal1965.org.

Sementara itu, pihak militer Inggris dan Australia melakukan kampanye propaganda yang menyesatkan berulangkali atas peristiwa 1965, bahkan setelah terbukti bahwa tindakan pembunuhan dan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan benar-benar terjadi secara massal dan tidak pandang bulu.

Hal ini membenarkan dugaan akan adanya keterlibatan negara-negara lain dalam tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

(Baca: Luhut: Apa Urusannya IPT 1965? Indonesia Tak Bisa Didikte Bangsa Lain!)

"Pemerintah di negara-negara tersebut menyadari dan mengetahui penuh apa yang sedang terjadi di Indonesia melalui laporan diplomatik, kontak langsung di lapangan dan media barat," kata Majelis Hakim.

Selain itu Majelis Hakim menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Negara pasca peristiwa 1 Oktober 1965.

Pembunuhan massal tersebut dilakukan terhadap anggota PKI dan anggota PNI yang merupakan pembela setia Presiden Sukarno.

(Baca: Alasan Politis, Kendala Pemerintah Belum Putuskan Penyelesaian Peristiwa 1965)

Menurut Koordinator Yayasan IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana, kesimpulan itu didasarkan atas bukti yang dipresentasikan oleh tim prosekutor yang dipimpin oleh ahli hukum hak asasi manusia, Todung Mulya Lubis dan menjadi kesimpulan akhir setelah sidang IPT bulan November 2015.

"Selain itu juga dari kesaksian faktual dari para korban, saksi ahli dan berdasarkan laporan ekstensif yang dikumpulkan oleh lebih dari 40 peneliti baik dari Indonesia maupun luar negeri," ujar Nursyahbani melalui keterangan tertulisnya, Rabu (20/7/2016).

Kompas TV Kuburan Massal Korban 1965 Ada di Semarang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com