Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/07/2016, 05:05 WIB

Lembaga peradilan, belakangan ini sering disebut dalam perbincangan atau pemberitaan terkait pemberantasan korupsi di negeri ini. Hal itu terjadi menyusul adanya sejumlah aparat lembaga itu yang diproses hukum Komisi Pemberantasan Korupsi karena kasus korupsi.

Berdasarkan catatan Kompas, dari 10 kali operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Januari hingga Juni 2016, lima di antaranya melibatkan aparatur pengadilan, dari hakim, panitera, hingga pejabat MA.

Mereka ditangkap dengan penyebab yang hampir sama, yaitu diduga menerima suap terkait "pengurusan" perkara.

Aparat lembaga peradilan terakhir yang ditangkap KPK adalah Santoso. Panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ini ditangkap pada Kamis pekan lalu.

Santoso merupakan panitera ketiga yang ditangkap KPK di enam bulan pertama 2016. Sebelumnya, pada 20 April, KPK menangkap Edy Nasution, panitera PN Jakarta Pusat. Panitera lain yang ditangkap KPK adalah Rohadi, panitera PN Jakarta Utara pada 15 Juni lalu.

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu, yaitu Janner Purba dan Toton, menjadi hakim yang ditangkap KPK pada semester pertama 2016. Mereka ditangkap Mei 2016.

Sementara Andri Tristianto Sutrisna harus nonaktif dari jabatannya sebagai Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung (MA), setelah ditangkap KPK pada Februari lalu.

Kebanggaan MA

Terkait persoalan itu, dalam acara menjelang buka puasa di Jakarta pada Jumat (1/7), Ketua MA Hatta Ali menuturkan, proses hukum yang harus dijalani hakim, panitera, dan staf MA di atas merupakan akibat dari apa yang mereka perbuat.

Sejumlah langkah, lanjut Hatta Ali, telah diambil lembaganya terkait kasus tersebut. Langkah itu seperti memecat dua orang di PN Jakpus karena diduga tersangkut kasus Edy Nasution.

Sejumlah hakim di daerah, yang membuat kesalahan, juga telah mendapat sanksi berupa mutasi atau dicabut kewenangannya dalam memutus perkara.

Langkah ini diambil karena sejumlah kasus itu telah mencoreng kebanggaan MA yang selama empat kali berturut-turut memperoleh catatan wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan.

"Itulah kerja dalam diam MA," kata Hatta Ali.

Pernyataan Hatta Ali itu mengingatkan dengan yang disampaikan Rimawan Pradiptyo. Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada ini mengingatkan, negara dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung akan mendorong keluar investor yang mengandalkan kompetisi kualitas dan inovasi teknologi.

Pada saat bersamaan, akan masuk investor yang mengandalkan penyogokan sebagai salah satu praktik usaha.

"Korupsi juga punya korelasi negatif dengan kemampuan administrasi pemerintah serta fungsi, kualitas, dan efektivitas pemerintah," tambah Rimawan.

Terkait hal ini, lembaga peradilan jadi salah satu kunci sukses dari pemberantasan korupsi. Lembaga peradilan yang bersih, berwibawa, dan dipercaya jadi kunci keberhasilan pemberantasan korupsi.

Cukup sulit membayangkan, korupsi dapat diberantas, sementara lembaga peradilan sebagai bagian dari "alat pembersihnya" belum bebas dari korupsi.

Selain sejumlah upaya yang telah dituturkan Hatta Ali, langkah lain agaknya juga perlu dilakukan MA untuk membuat lembaga itu makin bersih, dipercaya, dan berwibawa.

Cara itu, misalnya, memperkuat kewenangan Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal kekuasaan kehakiman seperti yang diusulkan melalui Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim yang kini sedang disusun DPR. Sayangnya, untuk hal ini sepertinya MA masih keberatan. (Stefanus Osa)

Kompas TV JK: Peradilan Kita Perlu Dievaluasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com