Tugas saya dan kakak saya untuk mencabut bulu ayam hingga bersih dan siap dipotong-potong oleh ibu saya.
Anak-anak selalu “asyik” nonton bagaimana terampilnya ibu saya memotong-motong badan ayam, mengeluarkan “jeroannya”, kemudian membagi potongan-potongan badan ayam untuk siap dibuat opor dan atau gulai.
Tugas anak-anak adalah membantu membuat santan, memarut kelapa dengan alat khas yang sekarang sudah tidak ada lagi. Alat itu adalah sebuah papan panjang dilengkapi dengan besi di ujungnya yang diberi gerigi.
Kelapa yang dibelah dua utuh dengan batoknya kemudian dikukur pada kepala besi itu untuk menjadikan kelapa parut sebagai bahan pembuat santan.
Opor ayam dibuat sendiri oleh ibu saya. Rendang yang terdiri dari adonan santan dan bumbu serta potongan daging di panggang dalam sebuah wajan besar. Setengah jalan separuhnya diangkat menjadi “gulai” dan setengah nya lagi diteruskan pangang hingga berwarna coklat gelap nyaris hitam menjadi “rendang”.
Menjadi tugas anak-anak membantu membalik-balikan adonan gulai rendang itu agar tidak menjadi gosong bagian bawahnya di kuali besar.
Kacang bawang
Masih ada lagi pekerjaan lainnya, yaitu membuat kacang bawang. Kacang tanah yang dibeli ibu di pasar diletakkan di sebuah baskom besar kemudian diseduh dengan air mendidih setelah dicuci bersih.
Saya dan kakak saya harus mengupasnya satu persatu. Bayangkan betapa lamanya pekerjaan itu harus dikerjakan oleh anak kecil.
Tetapi saat itu saya dan kakak saya mengerjakannya dengan penuh suka cita, rasa hati yang senang menjelang lebaran dalam libur panjang sekolah.
Keesokan harinya, baru ibu saya menggoreng kacang yang terbagi dalam beberapa kali menyesuaikan ukuran wajan yang digunakan dan porsi minyak gorengnya.
Saya dan kakak saya selalu diusir jauh-jauh saat ingin sekali menyaksikan kacang yang digoreng yang terkadang meletup-letup terendam minyak panas.
Selesai digoreng, kacang dikumpulkan dalam sebuah wadah besar, kemudian ibu menyiapkan bawang gorengnya. Bergiliran saya dan kakak saya ikut mengiris bawang merah yang diajari oleh ibu saya, antara lain harus jauh dari papan pengiris bawang, karena mata akan pedih bila terlalu dekat dengan bawang yang sedang diiris itu.
Itulah semua ritual menjelang lebaran dimasa kanak-kanak saya, yang dipastikan tidak ada lagi dan tidak akan pernah terulang kembali.
Di masa-masa seperti ini, semua itu terkenang kembali, betapa indah masa kanak-kanak. Lebih dari itu, betapa ibu saya sebenarnya memang seorang “super duper woman”.
Bayangkan pada setiap lebaran, ibu saya menjahit sendiri baju-baju baru untuk anak-anaknya, menyiapkan makanan sendiri opor, rendang, ketupat dan sekaligus membuat sendiri “kue lebaran” dan kacang bawang.
Semua dikerjakan dengan senang hati serta sesekali penuh canda dan selalu melibatkan anak-anaknya pada setiap pekerjaan yang dilakukannya, walau tidak banyak membantu tentu saja, akan tetapi di balik itu sebenarnya ibu saya mendidik anak-anaknya untuk mampu “mandiri”.
Saya sangat mengagumi dan sangat menghormati ibu saya dan ayah saya tercinta (terimakasih Mamak, Ayah, mohon maaf lahir dan batin).
My mother was the most beautiful woman I ever saw. All I am I owe to my mother. I attribute all my success in life to the moral, intellectual and physical education I received from her.
(George Washington)
Saya selalu berdoa disetiap akhir sholat saya, agar Allah yang maha kuasa mengampuni dosa-dosa ayah dan ibu saya serta memberikan tempat yang layak disisinya, sesuai dengan amal dan ibadahnya. Amin YRA.
Kepada seluruh pembaca, saya sampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1437 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.