Tidak ada kata-kata berarti dari mereka yang dapat dicatat sejarah. Juga tak seorang pun dari mereka yang memiliki gairah. Mereka dilanda letih. Sangat mungkin juga, sedikit ketakutan.
Upacara menuju kemerdekaan berlangsung sederhana. Sukarno berjalan menuju pelantang suara hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan;
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17-8-'45
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
Fatmawati telah membuat sebuah bendera dari dua potong kain lusuh. Sepotong kain putih dan sepotong kain merah. Bendera gula-kelapa. Sang Saka Merah-Putih. Ia menjahitnya dengan tangan.
Inilah bendera resmi pertama Republik. Tiang benderanya berupa batang bambu panjang yang ditancapkan ke tanah. Potongannya kasar, dan tidak begitu tinggi.
Tidak ada orang yang khusus ditugaskan mengibarkan bendera Merah Putih nan keramat. Tiada juga persiapan khusus lainnya. Bahkan tak seorang pun berpikir sejauh itu.
Latif Hendraningrat, satu dari beberapa hadirin yang memakai seragam, ternyata sudah berada dekat tiang. Setiap orang menunggu dengan tegang ketika ia mengambil bendera, mengikatkan pada tali yang kasar dan kusut, dan mengibarkannya seorang diri dengan kebanggaan untuk pertama kali--setelah tiga setengah abad.
Setelah bendera dikibarkan, semua hadirin langsung menyanyikan lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman, tanpa musik dan orkestrasi.
Gugatan Indonesia
Sukarno sadar betul perjuangannya belum selesai. Bahkan masih panjang. Imaji kebangsaan yang sudah ia gadang sedari Surabaya, Bandung, Endeh, Bengkulu, Padang, Parapat, baru saja terejawantah. Surat yang ia bacakan, jelas ditujukan untuk dunia. Bukan Belanda.
Sudah sejak berdiri membaca pembelaannya di Bandung yang dikenal sebagai Indonesia Menggugat, Sukarno telah meleburkan dirinya dalam gagasan besar kebangsaan. Sebab ia tidak menjuduli pembelaannya itu dengan Sukarno Menggugat.
Keyakinannya sebagai pemimpin besar revolusi, tumbuh kian membuncah. Purwarupa manusia Indonesia pertama tercitra pada dirinya. Ia kemudian dikenali sebagai Bung (Karno) Besar. Semua orang sama besar di hadapannya. Sebab tak ada orang kecil bagi Bung Besar.
Setiap anak negeri ini adalah orangorang besar yang berhak atas perjuangan Indonesia merdeka, termasuk para pelacur. Sebab tanah ini bukan tanah suci. Tanah ini tanah pusaka, yang menjaga siapa pun tumpah darahnya.
Bung Besar paham itu. Maka ia menjaga anak-anak Indonesia. Ia paham komunis. Tapi tidak membencinya. Ia tidak membela sosialis. Namun tidak juga menghinanya.
Bung Karno yang nasionalis sejati, hanya menghardik kapitalis, karena berusaha merebut tanah pusaka. Ia hanya menegur para penjajah, lantaran berusaha mengatur-atur pemilik tanah pusaka. Ia hanya menegur Amerika, sebab berusaha melangkahi orang-orang Indonesia.