JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Gerindra menyetujui Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty disahkan jadi Undang-Undang.
Alasannya, pendapatan negara, baik Penerimaan Negara Bukan Pajak ataupun Penerimaan Perpajakan, dalam lima bulan pertama tahun ini lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.
"Perkembangan ekonomi nasional tahun ini memperkirakan bahwa rata-rata pertumbuhan tahun 2016 tidak akan lebih dari 5,1 persen, nilai ekspor tahun ini tidak akan lebih dari US$ 142 Milyar atau yang terendah dalam tujuh tahun sejak tahun 2010, dan transaksi berjalan memasuki tahun kelima defisit sejak tahun 2012," ujar ketua Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Muzani, di Kompleks Parlemen, Selasa (28/6/2016).
(Baca: Jokowi Harap Uang dari "Tax Amnesty" Bisa Dipakai Untuk Infrastruktur)
Muzani mengatakan, meskipun mendukung, namun Partai Gerindra tetap memberikan catatan beberapa poin jika RUU tax amnesty dijadikan undang-undang.
Pertama, Partai Gerindra meminta pemerintah untuk bekerja keras. Sehingga, program Tax Amnesty yang diperkirakan dapat menghasilkan tambahan penerimaan negara sebesar Rp 165 Triliun terealisasi.
"Walaupun dalam hal ini Partai Gerindra memperkirakan keberhasilan program Tax Amnesty hanya sebesar Rp 30 Triliun," kata dia.
Kedua, pemerintah perlu mengadakan reformasi pajak. Sehingga, dalam tiga tahun mendatang, tax ratio Indonesia bisa mencapai minimal 16 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB).
Ketiga, jika RUU tax amnesty disahkan menjadi undang-undang, hal tersebut harus menjadi yang terakhir. Sehingga, di kemudian hari tidak akan ada lagi Program Tax Amnesty.
(Baca: UU "Tax Amnesty" Bisa Rugikan Negara, Ini Enam Catatan PKS)
Keempat, pemerintah diminta bekerja keras melakukan repatriasi modal yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 11.000 triliun berada diluar negeri.
"Kelima, pemerintah diminta bekerja keras dalam menambah jumlah Wajib Pajak dan meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang melaporkan SPT bulanan ataupun setiap tahunnya," kata dia.
Terakhir, kata dia, pemerintah ke depan harus lebih berhati-hati dalam program penyertaan modal negara (PMN). "PMN tersebut harus tepat sasaran dan betul-betul digunakan sebagai belanja modal oleh BUMN," kata dia.