Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dimas Oky Nugroho

Pengamat politik ARSC. Founder Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP)

Suara Rakyat, Media Sosial dan "The New Politics"

Kompas.com - 21/06/2016, 19:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho

Jika kita cermati secara lebih jernih, dalam konteks politik Indonesia saat ini, Jokowi sebagai presiden kerap harus menghadapi posisi yang terjepit di tengah pertarungan oligarki ekonomi politik yang membuatnya harus bermanuver dengan licin dan cerdas.

Jokowi sejatinya adalah anak kandung dari era politik baru ini sendiri. Ia membawa perubahan sekaligus pelajaran berharga bagi institusi politik lama (agar berubah) sekaligus menyadarkan pentingnya partisipasi rakyat dalam isu-isu publik melalui instrumen politik baru ini.

Media sosial terkadang perannya tidak cukup independen karena disebabkan masih terdapatnya bias-bias kepentingan pemilik modal dan kelompok penguasa yang melatarbelakanginya.

Apalagi tak semua orang di negeri ini yang bisa mengakses dan mendistribusikan informasi secara jernih dalam berbagai kasus sensitif.

Dalam banyak kasus, khususnya pada isu-isu politik kekuasaan, arena perbincangan publik seringkali bukanlah sebuah arena normatif yang bebas kepentingan. Justru ia adalah arena kontestasi yang sesungguhnya, berupa sebuah arena pertempuran antar berbagai kepentingan ekonomi-politik, antar aktor atau kelompok kekuatan.

Di sinilah pentingnya menjaga kehadiran masyarakat sipil yang berpegang teguh pada advokasi isu-isu atau agenda-agenda kerakyatan dan idealisme moralitas publik.

Di tengah pertarungan politik (real politics) yang gaduh, tajam, kejam dan membosankan, maka rakyat sebaiknya tetap disajikan dengan nilai-nilai yang ideal sehingga kesalehan dan kepercayaan publik serta kebijaksanaan politik tetap terjaga.

Rakyat tetap percaya bahwa para pemimpinnya bersungguh-sungguh bekerja untuk mereka dan tidak berselingkuh untuk memenangkan kepentingan pribadi, golongan atau mungkin sponsor ketimbang kepentingan rakyat.

Era pemerintahan Presiden Jokowi ini adalah masa pergeseran era politik lama menuju era politik baru. Pertempuran menuju sebuah rekonfigurasi dan rekonsolidasi politik baru menjadi menarik karena tidak lagi menggunakan pemahaman dan format "politik lama".

Parpol bahkan terancam mengalami ‘deparpolisasi’ jika gagal berubah dan beradaptasi.

Nasihat saya, meskipun di era "new politics" ini individu rakyat cenderung dipentingkan ketimbang institusi, namun jangan hancurkan pilar dan institusi yang sudah membentuk, membangun dan menjaga negara-bangsa beserta spirit dan tradisi-tradisi otentik pluralisme ke-Indonesia-an sekian lama.

Jika mereka selama ini dinilai keropos dan berkinerja buruk maka tanggung jawab kita untuk memperbaiki.

Proporsionalitas politik tetap penting untuk menjaga sejarah dan nilai-nilai pembentukan negara-bangsa kita. Karena hanya dengan merawat sejarah kebangsaan kita, maka kita sebagai bangsa akan memiliki karakter juara dan tidak tersesat dalam pertarungan geopolitik global.

Selamat datang rejim politik baru Indonesia. Semoga bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat serta kemajuan bangsa dan negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com