JAKARTA, KOMPAS - Langkah tegas perlu segera ditempuh untuk memberantas praktik korupsi di lingkungan peradilan. Salah satu yang perlu dilakukan adalah mutasi besar-besaran dari panitera hingga hakim di Mahkamah Agung (MA) guna memutus jaringan yang sudah cukup masif.
Ahli hukum pidana yang mengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti Asep Iwan Iriawan mengatakan, jaringan suap terbentuk karena lamanya seseorang petugas panitera dan hakim di pengadilan bertugas.
Jaringan tersebut tidak hanya melibatkan panitera dan hakim, tetapi juga advokat dan orang luar yang disebut makelar kasus.
"Selama ini sistem rotasi kurang baik, ada hakim yang lama bertugas di satu lingkungan atau dipindah pun tak jauh dari lokasi awal. Demikian pula panitera," kata Asep di Jakarta, Minggu (19/6).
(Baca: Panitera Diduga Hanya Perantara, KPK Perdalam Keterlibatan Hakim dalam Perkara Saipul Jamil)
Menurut Asep, banyaknya penangkapan aparat di lingkungan peradilan menunjukkan praktik tersebut sudah menjadi kultur lembaga-lembaga peradilan. Tanpa langkah tegas, praktik tersebut sulit diberantas. Padahal, dari sisi kesejahteraan dan pengawasan, sudah cukup baik.
Menurut Asep, kondisi ini berakar dari sistem pengawasan yang masih sangat lemah dan perekrutan yang belum baik karena masih terindikasi nepotisme dan suap. Akibatnya, lembaga peradilan sulit memperoleh petugas berintegritas.
Pengawasan ketat
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform Supriyadi Widodo Eddyono. Namun, mutasi besar-besaran tak menjamin reformasi terjadi jika tidak diikuti pengawasan ketat dan kuat.
Jika pimpinan masih menoleransi gratifikasi, praktik suap terus terjadi. Saat ini, pengawasan internal dinilai sangat lemah sehingga pengawasan perlu dilakukan lembaga luar.
Menurut Supriyadi, berdasarkan pola dari para pelaku yang tertangkap, mereka terdiri dari petugas level rendah, menengah, hingga tertinggi. "Pemain"-nya tak hanya perseorangan, tetapi beragam dengan peranan berbeda.
"Informasi dari para advokat, praktik ini sudah jadi makanan sehari-hari," tutur dia.
(Baca: MA Berhentikan Sementara Dua Hakim dan Panitera Bengkulu)
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Miko Ginting mengatakan pengawasan hakim idealnya saling terhubung dengan pertimbangan promosi dan mutasi.
Dengan demikian, pengawasan internal hakim bisa memberikan dampak bagi keberlanjutan karier hakim. Mereka yang melanggar aturan atau korupsi langsung diberhentikan atau tak memperoleh promosi.
Juru Bicara MA Suhadi menepis anggapan pengawasan internal MA tidak terintegrasi dengan mutasi dan promosi.
"Bawas MA selalu dilibatkan dalam proses promosi dan mutasi hakim sehingga rekam jejak hakim selalu kelihatan," ujar dia. (IRE/REK)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.