JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 2016-2019 dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa di Bali, Selasa (17/5/2016), Setya Novanto langsung menyiratkan dukungannya kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
Setya Novanto menilai terobosan-terobosan yang dilakukan Ahok menjawab persoalan Ibu Kota.
"Di DKI biasa banjir, sekarang tidak banjir lagi. Gaya kepemimpinannya untuk rakyat," kata Novanto, hanya berselang dua hari setelah resmi menjabat Ketua Umum Golkar.
Pernyataan bernada sama lantas sering disampaikan Novanto kepada media dalam berbagai kesempatan lainnya.
(Baca: Setya Novanto: Golkar Realistis Saja, untuk DKI Dukung yang Menang)
Saat acara buka puasa bersama Pimpinan Pusat Kolektif Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong 1957 di kediaman Agung Laksono di Jakarta, Minggu (12/6/2016), Novanto mulai bicara soal peluang Ahok memenangi Pilkada DKI 2017.
Dia menilai, saat ini Ahok diinginkan warga untuk kembali memimpin Ibu Kota sehingga berpeluang besar kembali terpilih.
"Yang penting realistis saja. (Golkar) untuk DKI yang penting dukung yang menang," ujar Novanto.
Deklarasi
Meski hanya menyampaikan dukungan secara tersirat, sikap Novanto langsung disambut cepat oleh internal partai berlambang pohon beringin. Tepatnya, pada Selasa (14/6/2016), Dewan Pimpinan Daerah Golkar DKI secara resmi mendeklarasikan dukungannya kepada Ahok.
Plt Ketua DPD Golkar DKI Jakarta Yorrys Raweyai bahkan menyatakan dukungan tersebut merupakan keputusan DPP Partai Golkar.
"Tinggal disosialisasikan melalui Musda nantinya di DKI pada 19 Juni yang akan datang," kata Yorrys.
Yorrys pun menekankan Partai Golkar tidak mempermasalahkan jalur yang ditempuh Ahok, apakah melalui jalur perseorangan atau partai. Ahok selama ini maju lewat jalur perseorangan dibantu kelompok relawannya Teman Ahok yang sudah berhasil mengumpulkan kartu tanda penduduk (KTP) dukungan hampir satu juta.
(Baca: Partai Golkar Resmi Beri Dukungan dalam Pilkada DKI 2017, Apa Respons Ahok?)
Namun, dengan datangnya Golkar, Ahok juga bisa maju melalui jalur partai karena syarat 20 persen kursi DPRD sudah tercukupi. Digabung dengan Partai Nasdem dan Hanura yang sebelumnya juga sudah menyatakan dukungan, Ahok sudah mengantongi 24 kursi dukungan di DPRD.
"Kalau pakai partai politik, alhamdulillah, tetapi kalau mau pakai Teman Ahok enggak apa-apa, yang penting sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Kami serahkan kepada Ahok. Itu komunikasi yang kami bangun," ujar Yorrys.
Yorrys menambahkan, keputusan mendukung Ahok ini juga sudah melalui berbagai kajian. Dia mengingatkan agar semua kader Golkar mematuhi keputusan tersebut.
Restu Aburizal
Namun, rupanya Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie belum setuju dengan keputusan partainya untuk mendukung Ahok. Berbeda dengan pernyataan Yorrys, Aburizal menegaskan bahwa dukungan terhadap Ahok baru datang dari DPD Golkar DKI belum dibahas di tingkat DPP dan Dewan Pembina.
"Belum ada. Kan di dalam struktur yang baru itu, mesti diusulkan DKI, diputuskan DPP. Antara DPP dan Ketua Dewan Pembina berkoordinasi," kata Aburizal di Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Aburizal pun menegaskan sejauh ini belum ada pembahasan di tingkat DPP ataupun Dewan Pembina terkait dukungan ke Ahok. Surat dari DPD Golkar DKI yang menyatakan mendukung Ahok pun belum diterima.
"Tunggu suratnya, dirapatkan DPP bersama Dewan Pembina," ujarnya.
(Baca: Aburizal Sebut Tak Mungkin Golkar Dukung jika Ahok Maju lewat Jalur Independen)
Jika nantinya DPP dan Dewan Pembina Golkar tak setuju dengan keputusan mendukung Ahok, bisa saja keputusan itu dibatalkan. Namun, apabila Golkar memutuskan mendukung Ahok, mantan Bupati Belitung Timur itu harus maju melalui jalur partai.
"Kan Pak Ahok sudah pilih jalur independen. Jadi, kalau Golkar mau usung, tentu cari yang di jalur partai," kata dia.
Tak lupa, Aburizal mengingatkan bahwa kewenangannya sebagai Ketua Dewan Pembina untuk memberikan pertimbangan soal isu strategis seperti cagub DKI cukup besar. Aburizal menyebut pertimbangan yang diberikannya wajib dilaksanakan DPP.
Namun, catatan Kompas.com, dalam AD/ART yang disahkan pada Munaslub di Bali lalu, pertimbangan yang diberikan Dewan Pembina hanya wajib dipertimbangkan secara sungguh-sungguh.
Ujian Novanto
Bukan rahasia lagi jika sebelum lengser sebagai Ketua Umum di Munaslub Bali, Aburizal mempunyai kekuatan yang luar biasa di Partai Golkar. Terpilih pada Munas Riau 2009, Aburizal terpilih kembali secara aklamasi di Munas Bali 2014.
Para kader Golkar penentangnya dipecat dari partai, termasuk yang mengabaikan keputusan untuk mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pilpres 2014 lalu. Namun, akibat konflik Golkar yang berkepanjangan, Aburizal pun rela menggelar munaslub di Bali dan terpilihlah Setya Novanto sebagai ketua umum.
Terpilihnya Setya Novanto pun tak bisa dilepaskan dari peran Aburizal yang masih cukup kuat pengaruhnya. Setidaknya, Priyo Budi Santoso yang ikut bertarung di Munaslub Golkar mengaku mengalihkan dukungan suaranya ke Novanto karena lobi-lobi yang dilakukan bos Bakrie Group itu.
(Baca: anyak Pendapat soal Dukungan untuk Ahok, Novanto Minta Kader Golkar Rukun)
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar, menilai, sikap Aburizal yang belum menyetujui dukungan terhadap Ahok ini akan menjadi ujian pertama Novanto.
Jika Partai Golkar pada akhirnya benar-benar mendukung Ahok, bisa dibilang pengaruh Novanto sebagai ketua umum terbukti dan Golkar akhirnya bisa lepas dari bayang-bayang Aburizal.
Namun, jika dukungan terhadap Ahok batal, bisa dipastikan Aburizal masih menjadi orang nomor satu di Partai Golkar. Idil sendiri memprediksi, sosok Aburizal yang telah berjasa memenangkan Novanto masih akan memiliki andil yang besar dalam penentuan cagub DKI.
"Novanto saya kira akan menjadi sosok yang tak tahu terima kasih jika menentang harapan Aburizal atas Golkar dalam Pilgub DKI dengan memaksakan Golkar mendukung Ahok sebagai calon," kata dia.