Ketika berdiskusi tentang promosi buku saya “Mendeteksi Kebohongan”, seorang sahabat menyampaikan sebuah pernyataan menarik: “Apakah bisa mendeteksi orang yang beneran puasa dan tidak berpuasa ?”
“Bisa !!! ” Jawab saya sambil tersenyum.
Faktanya memang bisa,
Anda bisa mendeteksi apakah seseorang benar puasa atau tidak, setelah mempelajari teknik analisa non verbal (wajah dan gestur) dan teknik analisa verbal (percakapan audio, percakapan tatap muka, rekaman, ataupun tulisan tangan) sebagaimana saya jabarkan di buku saya.
Ketika Anda bertanya “Kamu puasa hari ini ?”, Anda mungkin menemukan ekspresi wajah takut, atau ekspresi gestur tubuh yang menghindar tidak nyaman alias takut ketahuan, volume suara yang “menurun” tidak yakin, dan penggunaan kata atau kalimat penyangkalan yang janggal.
Singkat kata, Anda bisa saja berhipotesa bahwa orang yang Anda tanya memang “tidak puasa” alias ia berbohong mengatakan dirinya puasa.
Namun, bila, setelah Anda menyampaikan hipotesa tersebut, orang tersebut lantas menjadi malu dan mengakui dirinya memang “tidak puasa”, apakah “keberhasilan” ini bermanfaat bagi Anda dan bagi orang tersebut? Apa gunanya bagi hubungan persahabatan/bisnis Anda dengan-nya?
Bila orang tersebut adalah keluarga Anda, mungkin bisa menasehati-nya, setelah memastikan alasan orang tersebut tidak berpuasa adalah semata-mata “lalai”, “lupa”, atau “malas puasa”.
Namun, bila orang tersebut tidak mengakui dia “tidak puasa”, apakah yang akan Anda lakukan ?
Apakah Anda akan ngotot, mengolok orang tersebut, menghakimi orang tersebut, sok-sok-an menasehati orang tersebut (padahal tidak tahu apa alasannya), dan akhirnya malah menjadi gontok-gontokan?
Menguasai ilmu deteksi kebohongan, apapun itu, perlu dilengkapi dengan kebijaksanaan dalam menggunakannya dan menyampaikan hasil kajian analisis.
Ilmu deteksi kebohongan hendaknya dipergunakan untuk memelihara dan meningkatkan kedekatan hubungan antar sesama. Bukan untuk menghakimi seseorang “berpuasa” atau “tidak berpuasa” ataupun “batal” sebelum waktu buka puasa.
Hal kedua, faktanya, Anda tidak bisa memastikan kejujuran atau kebohongan hanya dalam waktu 2 menit ataupun 5 menit.
Bila ada buku atau seseorang yang menjanjikan Anda bisa memastikan kejujuran dan kebohongan dalam waktu singkat, bisa jadi Anda dibohongi atau Anda membeli buku yang “overpromise”.
Saya mempelajari langsung disiplin ilmu forensic emotion, credibility and deception. Bukan dari buku-buku secara otodidak. Saya belajar di Manchester, Inggris, dari para pengajar yang merupakan praktisi human lie detector, dan trainer kepolisian, detektif, ataupun secret agent.
Bila Anda bisa memastikan kejujuran atau kebohongan dalam 2-5 menit, bisa jadi Anda diajari rumus tanda-tanda pasti kebohongan yang jelas-jelas adalah sebuah kebohongan itu sendiri.
Tidak ada tanda-tanda pasti kebohongan. Yang artinya, tidak ada tanda-tanda pasti kebohongan seseorang “berpuasa” atau “tidak berpuasa” ataupun “batal” sebelum waktu buka puasa.
Output dari analisis deteksi kebohongan adalah sebuah hipotesa “jujur atau bohong” disertai bukti ilmiah (ekspresi seperti apa, dalam konteks mengucapkan kata/kalimat apa, menit/detik ke berapa atau frame number berapa). Bukan kesimpulan.
Output analisis deteksi kebohongan ini baru bisa menjadi kesimpulan apabila telah ditanyakan kembali, dianalisis lagi, verifikasi dan akhirnya confirmed memang ada kebohongan: Orang tersebut “tidak puasa” atau “batal” sebelum buka puasa.
Terakhir, Anda harus memikirkan tujuan sesungguhnya Anda menanyakan “Puasa atau gak hari ini”, dan setelah akhirnya bisa menyimpulkan orang tersebut memang betul “tidak puasa” atau “batal” sebelum buka puasa, apakah yang akan Anda lakukan ?
Saya rasa bila tujuan Anda adalah agar bisa mengejek, merendahkan orang atau memojokkan orang yang “tidak puasa” atau “batal” sebelum buka puasa demi keuntungan tertentu, Anda sendiri juga telah melakukan sebuah tindakan yang tidak berkenan di mata Sang Pencipta.
Apalagi, bila Anda sebetulnya belum mempelajari ilmu analisa non-verbal dan verbal yang memang telah teruji secara ilmiah dan dipergunakan secara praktikal hingga level pengadilan di beberapa negara Eropa ini.
Anda mempertaruhkan sebuah hubungan persahabatan, hubungan kerja atau bisnis, atau hubungan kekeluargaan dengan sebuah intuisi atau sebuah ketrampilan “rumusan tanda-tanda pasti kebohongan” yang tentunya adalah rumusan keliru.
Bijak-bijaklah dalam menggunakan ketrampilan analisa deteksi kebohongan ya, Sahabat.
Selamat menjalankan ibadah puasa !
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.