Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

PKI, Ancaman terhadap Pancasila atau Hanya "Amarah" Para Jenderal Punawirawan?

Kompas.com - 02/06/2016, 12:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Saat menyampaikan pidato pada peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni di Gedung DPR/MPR, Rabu, 1 Juni 2011, mantan Presiden ke-3 RI BJ Habibie menyatakan, Orde Baru menjadikan Pancasila sebagai alat untuk menekan kelompok-kelompok yang dianggap tidak sepaham dengan pemerintah. Soeharto mendekati pancasila sebagai ornamen mistik ketimbang rasional.

Atas nama Pancasila, Soeharto memberi label “PKI” kepada siapa saja yang dianggap berseberangan dengan pemerintahannya. Label itu adalah obat mujarab bagi justifikasi penangkapan orang.

Atas nama Pancasila juga, diskusi-diskusi yang tidak disukai pemerintah dilabeli “PKI” dan dibubarkan. Pula, atas nama Pancasila, buku-buku yang dicap kiri yang notabene merupakan hasil studi akademis guna memahami sejarah peradaban umat manusia diberangus.

Di era itu, Pancasila kehilangan rasionalitasnya untuk dipahami dan dihayati. Ia seperti arca mistik yang dijadikan alat pembenar atas kepentingan kekuasaan.

Para jenderal purnawirawan

Hari-hari belakangan ini, kita merasakan nuansa orde baru itu seperti hadir kembali di tengah kehidupan kita. Pancasila seperti kehilangan rasionalitas pemahamannya ketika ia disandingkan dengan derasnya teriakan soal kebangkitan Partai Komunis Indonesia.

Yang berbahaya malah bukan PKI-nya, tapi dampak atas phobia yang ditimbulkannya. Baca: Gambar Palu Arit, Kuntilanak yang Mencederai Akal Sehat Kita.

Hantu komunis itu, demikian didengungkan, menyusup diam-diam dalam kehidupan masyarakat. Dalam sebuah pemberitaan media online, Mayjen (Purn) Kivlan Zen (lagi-lagi tentara), yang juga berdiri di barisan pendukung Simposiun Pancasila, bahkan mengarahkan telunjuknya pada Majalah Tempo dan Metro TV sebagai corong komunis.

Disebut juga, Universitas Islam Negeri sebagai sarangnya orang-orang komunis. Ia juga menuding politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko sebagai antek PKI. Dalam sejumlah kesempatan, Kivlan bersuara paling kencang soal ancaman PKI ini.

Betul, ideologi komunis memang tidak layak lagi dijadikan pegangan. Sejarah menunjukkan catatan kelam atas ideologi ini. Namun, permasalahannya adalah, menyatakan bahwa PKI berbahaya dan mengindentifikasi siapa dan apa PKI saat ini adalah dua hal yang berbeda.

Majalah Tempo dan Metro TV sebagai corong komunis? UIN sarang komunis? Film Pulau Buru Tanah Air Beta adalah PKI? Film senyap adalah propaganda PKI? Mereka yang membaca buku-buku Marx dan komunisme otomatis menjadi seorang komunis? Anak-anak keluarga PKI otomatis adalah komunis?

Tidakkah Anda melihat betapa berbahayanya tudingan itu?

Aura yang lebih mengerikan juga coba dibangun. Menurut Kivlan, PKI telah membentuk struktur partai mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Partai terlarang ini Ia juga disebut telah menyiapkan hingga 15 juta pendukung.

"Susunan partai sudah ada, pimpinan Wahyu Setiaji. Dari tingkat pusat sampai daerah," ujar Kivlan saat ditemui di sela acara Simposium Pancasila di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (1/6/2016). Baca: Kivlan Sen Sebut PKI Bangkit dan Dipimpin Wahyu Setiaji.

Menanggapi pernyataan Kivlan, Luhut menantangnya untuk membuktikan kebenaran informasi tersebut. Secara terpisah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menganggap Kivlan hanya mengarang cerita. Baca: Sebut PKI Bangkit, Kivlan Dianggap "Ngarang" Cerita.

Sementara, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan tak mau ikut serta dalam genderang yang dimainkan Kivlan. Baca: Mendagri: Saya Tidak Mau Ikut Genderang Kivlan Zen. 

Jadi, kembali pada pertanyaan di atas, soal PKI ini, betulkah ia bangkit dan menjadi ancaman terhadap Pancasila atau itu sekadar "permainan" demi kepentingan kelompok tertentu?

Kalau "amarah" para jenderal pensiunan yang tidak setuju dengan Simposium Tragedi 65 itu dilampiaskan di lapangan bola silakan saja, tapi kalau "amarah"nya berdampak pada hilangnya hak kita sebagai warga negara atas ruang publik yang terbuka dan demokratis dan atas hak untuk mendapatkan informasi demi menjaga kewarasan berpikir sebagai bangsa, ini persoalan serius dalam praktik bernegara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Nasional
KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

Nasional
Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Nasional
Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

Nasional
Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Nasional
 Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Nasional
Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Nasional
Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Nasional
KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

Nasional
Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Nasional
Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Nasional
Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Nasional
Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Nasional
Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com