Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Ramah Anak

Kompas.com - 01/06/2016, 05:24 WIB

Oleh: Susanto

Kejahatan seksual terhadap anak merupakan kasus serius. Kasusnya terus meningkat, baik kuantitatif maupun kualitatif.

Modusnya pun kian tak berperikemanusiaan: mulai dari bujuk rayu, paksaan, hingga perkosaan, disertai pembunuhan bahkan mutilasi. Opsi pidana mati bagi pelaku dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disambut gembira sebagian masyarakat.

Anak merupakan kelompok rentan. Sekitar 75 persen korban kekerasan seksual adalah usia anak. Komitmen Presiden Joko Widodo yang memasukkan kejahatan seksual sebagai kejahatan luar biasa layak diapresiasi. Selama ini, tak sedikit kasus kejahatan seksual hanya dipandang sebagai pelanggaran kesusilaan, bukan kejahatan kemanusiaan.

Merebaknya kejahatan seksual terhadap anak bukan semata dipengaruhi minimnya pidana terhadap kejahatan seksual. Ada faktor lain, seperti rentannya ketahanan keluarga yang berujung pada kerentanan anak menjadi korban dan pelaku, mudahnya akses terhadap materi pornografi yang menginspirasi seseorang melakukan kejahatan seksual. Kecenderungan korban kejahatan seksual yang tak tertangani dan mendapat rehabilitasi dengan baik juga menyebabkan ia rentan melakukan kejahatan yang sama.

Dalam Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945 disebutkan: ”Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang”. Penetapan perppu oleh Presiden juga tertulis dalam Pasal 1 (4) UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: ”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”

Subyektivitas Presiden dalam menafsirkan ”hal ihwal kegentingan yang memaksa” yang menjadi dasar diterbitkannya perppu, akan dinilai DPR. Persetujuan DPR ini dimaknai memberikan atau tidak memberikan persetujuan (menolak).

Komitmen Presiden

Penyelenggaraan perlindungan anak yang efektif memang memerlukan paket reformasi sistem yang terpadu. Konsekuensianya, perlu sejumlah komponen: pendekatan norma dan kebijakan, pendekatan kelembagaan dan layanan, pendekatan pendidikan keluarga, pendekatan perubahan perilaku berbasis masyarakat.

Penerbitan perppu merupakan subsistem reformasi perlindungan anak yang fundamental. Norma dan kebijakan bukan jurus tunggal menyelesaikan masalah kejahatan seksual pada anak yang ruwet dan kompleks. Namun, hadirnya kebijakan yang berpihak kepentingan terbaik anak, pilar penting yang memengaruhi perubahan perilaku publik.

Terbitnya Perppu No 1/2016 secara inheren telah menandai terjadinya perubahan paradigma besar dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Pertama, perlindungan anak menjadi prioritas isu yang mendesak ditangani, kompleksitas masalah yang ada dapat dikategorikan masuk stadium ”genting” sehingga perlu diambil langkah segera. Kedua, norma hukum yang ada belum memberikan efek jera. Untuk menekan tingginya kasus kejahatan seksual anak perlu pemberatan hukuman bagi pelaku.

Ketiga, ketertarikan kepada lawan jenis melakukan hal natural, karena setiap manusia memiliki ”insting seksual” sebagaimana insting mencari makan dan juga rasa lapar. Insting ini dalam dunia sains disebut ”libido”. Namun, hasrat seksual yang liar dan tak terkendali dan dilampiaskan kepada anak merupakan bentuk kejahatan dan tak bisa dibiarkan.

Liarnya perilaku seksual yang menjadikan anak sebagai obyek, merupakan masalah serius karena membahayakan hak hidup dan tumbuh kembang anak, sehingga perlu perlakuan khusus sebagai bentuk perlindungan hak asasi anak. Memang, tak semua yang memiliki nafsu liar dan perilaku seksual menyimpang, karena dorongan biologis. Sebagian efek domino dari pikiran dan mental yang sakit. Sehingga, treatment terhadap pelaku kejahatan seksual berulang tak hanya hukuman tambahan. Jika teridentifikasi masalah kejiwaan, perlu rehabilitasi psikis secara tuntas.

Spirit hukuman tambahan (salah satunya) dalam bentuk kebiri, sejatinya bukan semata-mata berperspektif hukuman, tetapi inheren sebagai rehabilitasi.

Keempat, hasrat seksual tak boleh dihilangkan, karena bersifat given dan bagian dari HAM. Penyiksaaan terhadap pelaku juga tak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan komitmen konstitusional. Namun, perilaku seksual yang liar dan membahayakan anak perlu ada intervensi agar ada perubahan perilaku, pulih, normal, dan terkendali sebagaimana manusia umumnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

Nasional
Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Nasional
55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

Nasional
Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Nasional
Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Nasional
Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Nasional
Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Nasional
Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Nasional
Pertamina Luncurkan 'Gerbang Biru Ciliwung' untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Pertamina Luncurkan "Gerbang Biru Ciliwung" untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Nasional
Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Nasional
Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Nasional
Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Nasional
Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan 'Bargain'

Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan "Bargain"

Nasional
Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Nasional
KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com